Seorang pemimpin populer gerakan politik progresif Thailand, Selasa (12/4), bersumpah akan melanjutkan kegiatannya meskipun didakwa dengan tuduhan mencemarkan nama baik raja dan melanggar undang-undang tentang aktivitas online yang bisa dikenai hukuman hingga 20 tahun penjara.
Thanathorn Juangroongruangkit, salah satu pendiri Partai Masa Depan Maju yang telah dibubarkan pengadilan, didakwa Senin (11/4) atas komentarnya Januari tahun lalu tentang pemberian kontrak produksi vaksin COVID-19 pemerintah kepada perusahaan milik Raja Maha Vajiralongkorn.
Komentar Thanathorn yang disampaikan lewat Facebook Live itu adalah bagian dari kritik umum bahwa pemerintah Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha ceroboh dalam usaha vaksinasi karena gagal memastikan pasokan yang tepat waktu, memadai dan efektif.
Undang-undang lese majeste Thailand, Pasal 112 KUHP, menjatuhkan hukuman penjara hingga 15 tahun karena menghina kerajaan, tetapi para kritikus mengatakan undang-undang itu sering digunakan sebagai alat untuk meredam perbedaan pendapat politik. Tuduhan melanggar undang-undang kejahatan komputer dapat dikenai hukuman lima tahun penjara.
Thanathorn dibebaskan dengan jaminan 90.000 baht atau sekitar 2.670 dolar AS.
“Saya bukan yang pertama dan tidak akan menjadi yang terakhir dibungkam oleh Pasal 112 meskipun fakta bahwa kritik saya adalah untuk kepentingan publik, yang berakar dari kekhawatiran bahwa rakyat Thailand tidak akan segera menerima vaksin atau aan menerima vaksin yang tidak efisien,” kata Thanathorn di halaman Facebook-nya setelah dakwaan itu.
“Dengan menggunakan Pasal 112 terhadap saya dan aktivis politik lainnya, mereka yang berkuasa berharap bahwa itu akan menjadi senjata pamungkas untuk membungkam kita, untuk menghentikan kita dari keinginan mempertanyakan, menuntut keadilan dan masyarakat yang lebih baik. Saya ingin menegaskan di sini bahwa saya akan melanjutkan pekerjaan saya untuk kepentingan umum. Saya tidak akan takut berbicara atau melakukan apa pun yang diperlukan dan bermanfaat bagi negara,” katanya.
Partai Masa Depan Maju meraih suara terbanyak ketiga pada pemilihan umum 2019 hanya setahun setelah didirikan. Partai itu sangat kritis terhadap militer, yang memiliki pengaruh besar terhadap pemerintahan.
Thanathorn dipaksa mundur dari Parlemen pada tahun 2020 ketika pengadilan memutuskan bahwa ia melanggar undang-undang pemilu karena memiliki saham di sebuah perusahaan media. Partainya kemudian dibubarkan dengan alasan teknis yang sama.
Ia menghadapi sejumlah kasus hukum yang menurut para pendukungnya tidak berdasar dan dimaksudkan untuk menghentikan kritiknya terhadap pemerintah. Sejak meninggalkan parlemen, ia menjadi pemimpin sebuah organisasi yang mendorong agenda progresif, termasuk membatasi peran militer dalam politik dan mempromosikan demokrasi di tingkat akar rumput. [ab/lt]