Bupati Samosir, Rapidin Simbolon, menjamin keamanan anak-anak pengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Desa Nainggolan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Rapidin juga memastikan anak-anak yang terpapar HIV itu tidak akan diusir oleh masyarakat yang sebelumnya telah mengirimkan ultimatum kepada Komite AIDS HKBP. Hal itu dikatakan Rapidin kepada VOA, Senin malam (22/10).
"Saya tanggung jawab. Tidak saya perbolehkan masyarakat mengusir mereka secara langsung, sampai sekarang masih kami lindungi. Tadi siang saya panggil Camat Nainggolan agar jangan sampai ada tindakan di luar hukum. Itu intensif dijaga, jangan ada oknum tertentu memanfaatkan situasi jadi lebih tidak baik. Kita jamin, bila perlu kerja sama dengan polisi jangan sampai ada tindakan melawan hukum. Saya jamin tetap dimonitor mereka," kata Rapidin.
Bukan hanya soal keamanan para bocah pengidap HIV, Rapidin juga membeberkan tentang dana hibah yang diberikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Samosir terhadap Komite AIDS HKBP untuk anak-anak pengidap HIV. Ditambahkannya, informasi yang disampaikan Komite AIDS HKBP bahwa Pemkab Samosir menyarankan ketiga anak itu keluar dari daerah tersebut adalah hoaks.
"Kami sudah berikan dana hibah Rp 28 juta. Jadi pemerintah daerah juga bertanggung jawab. Kita sudah berikan dana hibah itu perhatian kami. Ini kan hoaks yang dibilang HKBP itu, artinya mengusirlah. Buktinya sampai sekarang masih di sana," ungkapnya.
Masih kata Rapidin, sampai saat ini Pemkab Samosir telah memberikan win-win solution untuk menyelesaikan polemik di Nainggolan terkait penolakan masyarakat terhadap SS (7), SAS (10), dan HP (11) yang mendapatkan pendidikan di sekolah umum. Namun, Komite AIDS HKBP enggan menerima solusi dari Pemkab Samosir dan bersikukuh agar ketiga anak pengidap HIV itu mendapatkan pendidikan di sekolah umum agar bisa bersosialisasi dengan anak lain.
"Itulah HKBP memaksakan kemauannya. Kalau dari sisi aturan sebenarnya mereka sudah salah. Salahnya apa? Ada Rumah Sakit HKBP di Nainggolan itu hanya menampung untuk panti jompo tapi sekarang di situ dirawat anak-anak yang terpapar HIV itu. Kita tawarkan kepada pihak HKBP yang mengasuh anak-anak terpapar HIV ini. Kita buat home-schooling istilahnya, tapi HKBP memaksakan harus anak-anak itu bergabung dengan anak-anak yang tidak terpapar HIV. Pernah kami tanyakan apakah HKBP sanggup atau bersedia menandatangani pernyataan kalau misalnya anak-anak lain tertular HIV oleh anak-anak yang terpapar HIV apakah HKBP siap bertanggung jawab? Mereka tidak mau. Nah, sekarang win win solution artinya kita tetap melayani anak-anak yang terpapar HIV ini. Anak-anak yang sehat juga tetap kita layani," ujar Rapidin.
Menurut Rapidin, dirinya tidak bisa memaksa masyarakat untuk menerima ketiga anak pengidap HIV mendapatkan pendidikan di sekolah umum karena begitu kuatnya kekhawatiran bahwa anak-anak mereka dapat tertular penyakit yang diidap ketiga anak tersebut.
"Kalau saya paksakan untuk tetap bergabung ke anak-anak yang sehat tadi. Kalau mereka tidak mau enggak bisa saya paksa harus menerima. Kan wajar orang tuanya merasa khawatir. Tapi kita tidak juga mau anak-anak yang terpapar ini tidak ada yang menyayangi. Kita menyayangi melalui home-schooling itu program yang kita tawarkan. Terus kalau HKBP tidak mau ya mau bilang apa," beber Rapidin.
Rapidin mengklaim saat ini Pemkab Samosir masih terus meyakinkan Komite AIDS HKBP agar menerima solusi yang ditawarkan pemerintah daerah terhadap anak pengidap HIV. Apabila Komite AIDS HKBP masih enggan menerima, Pemkab Samosir akan menarik kembali anak-anak pengidap HIV itu ke daerah asalnya. Hal tersebut dilakukan guna menjaga situasi kondusif dan kerawanan dari orang tua siswa.
"HKBP ini tidak mau memahami, ya bukan seperti itu menyayangi orang-orang terpapar HIV. Artinya tiga orang yang terpapar bukan dari daerah kami. Datang dari luar. Kami juga sebenarnya sudah sangat toleran ya tidak apa-apa di sini. Tapi mereka (HKBP) ngotot. Tidak boleh HKBP ngotot seperti itu. Warga Nainggolan juga punya hak," jelas Rapidin.
Pemkab Samosir juga menyarankan agar Komite AIDS HKBP untuk legawa dan menerima solusi yang telah ditawarkan. Kemudian untuk menyelesaikan polemik ini, Komite AIDS HKBP diharapkan dapat memahami tuntutan atau kekhawatiran dari orang tua siswa.
"Jadi jangan karena kita kasihan menyayangi anak terpapar HIV, kita memaksakan orang lain harus bergabung dengan mereka. Kita sudah berikan solusi terbaik, artinya kami tetap memberikan perhatian. Tetap membantu HKBP menangani permasalahan ini. Tapi jangan paksa Pemkab harus menerima dan harus memaksa orang tua untuk menerima anak-anaknya dengan mereka. Itu yang tidak bisa kami lakukan. Nanti masyarakat menyerang, kami mau bilang apa," pungkas Rapidin.
Seperti diberitakan sebelumnya, tiga anak yang terpapar HIV dilarang masyarakat untuk mendapatkan pendidikan di sekolah umum. Ketiga bocah bukan penduduk asli derah Nainggolan itu awalnya ada yang bersekolah di PAUD Welipa dan SD Negeri 2 Nainggolan. Namun masih sehari bersekolah, ketiganya tidak lagi diizinkan masuk. SS, SAS, HP, ditolak para orang tua siswa lainnya menolak anak mereka berada di kelas dan sekolah yang sama dengan ketiga anak penderita HIV itu. [aa/em]