Sebanyak 2.500 remaja muslim berusia 15-25 tahun memberikan informasi mengenai kehidupan keluarga dan kegiatan mereka di waktu senggang, pekerjaan apa yang mereka harapkan, cita-cita dan nilai-nilai yang dianut, serta bagaimana peran agama Islam sekaligus praktiknya dalam kehidupan sehari-hari.
Hasilnya, lebih dari 90 persen kaum muda di kedua negara menjawab mereka puas dan optimis dengan kehidupannya sekarang. Kaum muda muslim di kedua negara punya ambisi, serta terbuka pada teknologi dan globalisasi; meskipun di saat yang bersamaan tetap menjalankan nilai-nilai Islam.
Kepala Peneliti dari Lembaga Survei Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menyampaikan kepada pers, Selasa siang. Ia mengatakan, “Dari sisi nilai, harapan, optimisme terhadap bangsa dan diri mereka itu ada hal positif yang seharusnya kita ambil, bahwa di tengah ketidakpastian ekonomi dan politik ternyata mereka optimis. Penilaian terhadap demokrasi juga tidak kecil, kisarannya 60-70-an persen. Cuma ketidakpuasan mereka ada pada level praksisnya (di bidang politik).”
Temuan lain yang menarik adalah kamu muda muslim di Indonesia dan Malaysia terus-menerus diingatkan tentang kewajiban menjadi muslim yang baik. Sebagian besar mengaku dibesarkan dalam keluarga yang relijius.
Namun, baik remaja muslim Indonesia dan Malaysia bersikap mendua dalam menerapkan ajaran Islam. Hanya sekitar 60 persen mengaku melaksanakan puasa Ramadhan, dan sekitar 60 persen lebih mengaku hanya kadang-kadang saja membaca Al-Quran. Lebih dari 90 persen responden Indonesia mengatakan kepercayaan terhadap Tuhan adalah sesuatu yang penting dan 96 persen lebih menolak seks bebas sebelum menikah.
Menurut Burhanuddin, secara keseluruhan kaum muda yang mengikuti jajak pendapat ini cenderung menjalankan ibadah agama bila ada kontrol sosial.
Di tempat yang sama, Kepala Goethe Institut Jakarta, Franz Xaver Augustin, menilai ada perubahan-perubahan nilai yang terjadi di kedua negara berpenduduk mayoritas Islam tersebut.
Menurut Augustin, meskipun situasi politik yang buruk, korupsi dan berbagai kontradiksi di masyarakat, pemuda-pemuda kedua negara ini optimistik. Ini berbeda dengan pemuda di Jerman. Pemuda kami tidak seoptimis pemuda kedua negara ini. Pesan penting kedua adalah kita bisa menyampaikan ke masyarakat Jerman bahwa Islam dan prinsip-prinsip demokrasi berakar kuat di Indonesia. Di Malaysia, Islam dan demokrasi bisa berdampingan, dan Indonesia adalah contoh kuat dari kombinasi ini."
Meskipun masih ada praktik politik yang buruk, korupsi, dan pertentangan di dalam masyarakat, namun kaum muda Muslim ini masih bisa optimis, kata Franz Xaver Augustin. Ia menambahkan, situasi ini berbeda dengan kaum muda di Jerman, yang tidak se-optimistik kaum muda Islam Indonesia dan Malaysia.
Pesan penting kedua, kata Augustin, adalah hasil jajak pendapat ini jelas menunjukkan bahwa prinsip-prinsip demokrasi mengakar sangat kuat di Indonesia, juga Malaysia. Islam dan demokrasi dapat berdampingan dengan baik. Indonesia dalam hal ini menjadi contoh utama dari dua kombinasi ini, demikian Franz Xaver Augustin.