Tautan-tautan Akses

Penduduk Terdampak Gempa di 3 Permukiman di Palu akan Direlokasi


Kawasan Petobo, Palu Selatan, yang semula padat penduduk, kini rata dengan tanah pasca bencana gempa bumi di Palu, Sulawesi Tengah, 6 Oktober 2018. (Foto: VOA/Yoanes Litha)
Kawasan Petobo, Palu Selatan, yang semula padat penduduk, kini rata dengan tanah pasca bencana gempa bumi di Palu, Sulawesi Tengah, 6 Oktober 2018. (Foto: VOA/Yoanes Litha)

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah akan merelokasi penduduk terdampak fenomena likuifaksi dalam bencana gempa bumi dan tsunami di Palu 28 September lalu. Relokasi dilakukan berdasarkan permintaan warga masyarakat yang tidak ingin kembali bermukim di Petobo, Balaroa dan Jono’oge.

Haris Kariming Kepala Biro Humas dan Protokol Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (8/10) mengatakan penduduk yang sebelumnya tinggal di tiga kawasan pemukiman terdampak likuifaksi yaitu di Perumnas Petobo di Kecamatan Palu Selatan, Perumnas Balaroa di Kecamatan Palu Barat dan sebagian wilayah Jono’oge di Kabupaten Sigi, akan direlokasi ke tempat lain. Wilayah yang ditinggalkan itu akan dijadikan kawasan terbuka hijau. Sebuah monumen juga akan didirikan untuk menandai terjadinya gempa dan tsunami di sana.

“Pada dasarnya tokoh-tokoh masyarakat, unsur pemerintah daerah Kabupaten Kota bersama dengan provinsi menyetujui setelah tanggap darurat selesai tanggal 11 Oktober, maka tiga titik ini akan ditutup. Akan dibangun suatu monumen. Ke depan akan dibuat ruang terbuka hijau oleh Pemda karena tidak ada lagi yang mau bermukim di tempat tersebut,” kata Haris.

Ditambahkan, perwakilan penduduk maupun ahli waris korban di wilayah itu, dalam rapat koordinasi hari Senin (8/10), mengatakan tidak ingin kembali bermukim di ketiga lokasi tersebut dan memilih untuk direlokasi ke tempat lain yang dinilai lebih aman berdasarkan hasil pemeriksaan dari ahli-ahli geologi dari Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral). Menurut rencana di lokasi baru itu nantinya akan dibangun rumah dengan konstruksi tahan gempa.

Dua petugas penyelamat mencari korban di antara reruntuhan di daerah Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah.
Dua petugas penyelamat mencari korban di antara reruntuhan di daerah Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah.

Kualitas Air Harus Dievaluasi Pasca Masa Tanggap Darurat

Dalam perkembangan lainnya, Laksamana Pertama Alendra selaku Dansatgas Kesehatan Komando Tugas Gabungan dan Paduan (Kogasgabpad) mengatakan setelah berakhirnya masa tanggap darurat untuk evakuasi korban dan penutupan lokasi lokasi terdampak gempa untuk pemukiman penduduk, maka diperlukan pemeriksaan kesehatan lingkungan untuk memastikan kelayakan air di lokasi-lokasi terdampak gempa itu layak di konsumsi oleh masyarakat, hal ini juga penting untuk mewaspadai potensi ancaman wabah kolera di masa yang akan datang.

“Kita tahu sejarah Haiti, setelah terjadi bencana alam adalah terjadi kolera yang menakutkan… Kami menyarankan kepada pemerintah untuk secepat mungkin (bergerak.red) agar jangan sampai terjadi dampak infeksi yang sangat meluas dengan adanya vektor, apalagi melalui lalat,” ungkapnya.

Kepala Basarnas: Kondisi Korban Tewas Hampir Tak Dapat Dikenali

Kepala Basarnas Palu, Basrano, berbicara kepada wartawan di Posko Penanggulangan Bencana Alam Palu di Bandara Mutiara Sis Al Jufri hari Senin (8/10) mengatakan evakuasi korban masih terus dilakukan sampai tanggal 11 Oktober 2018. Ia mengungkapkan hingga hari ke sepuluh, kondisi para korban tewas yang ditemukan di reruntuhan bangunan dan timbunan tanah rata-rata sudah hampir tidak dapat dikenali.

“Melihat fakta-fakta yang ada sampai dengan hari ke sepuluh, hampir rata-rata yang kita temukan, sudah hampir bisa kita pastikan sudah hampir tidak bisa dikenali lagi. Dalam rapat pun tadi kita ungkapkan bahwa jenazah tidak dapat dikenali, bahkan sudah muncul belatung dan lain sebagainya.”

Ia mengatakan upaya pencarian dan evakuasi korban masih akan terus dilakukan di sejumlah lokasi yang diduga masih terdapat korban di dalamnya.

Masa tanggap darurat yang diberlakukan pasca gempa bumi dan tsunami yang melanda Kota Palu dan Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah akan berakhir pada 11 Oktober 2018 mendatang.Diharapkan saat itu seluruh upaya pencarian korban sudah rampung. Korban yang belum ditemukan ketika masa tanggap darurat berakhir akan dinyatakan hilang. Meskipun demikian ditegaskan bahwa upaya pencarian tidak serta merta dihentikan, tetapi porsinya dikurangi. [em/yl]

XS
SM
MD
LG