Penemuan belasan gelas dan mangkuk di tempat mumifikasi membantu para peneliti mengungkap bagaimana orang Mesir kuno membalsem mayat pada masa itu. Pembalseman tersebut ternyata menggunakan sejumlah bahan "mengejutkan" yang diimpor dari Asia Tenggara, kata sebuah penelitian pada Rabu (1/2).
Koleksi tembikar yang luar biasa, berasal dari sekitar 664-525 SM, ditemukan di dasar sumur sedalam 13 meter di Nekropolis Saqqara di selatan Kairo pada 2016.
Di dalam kapal, para peneliti mendeteksi adanya resin pohon dari Asia, minyak cedar dari Lebanon dan bitumen dari Laut Mati. Bahan-bahan itu menunjukkan bahwa perdagangan global membantu pembalsem mendapatkan bahan-bahan terbaik dari seluruh dunia.
Orang Mesir kuno mengembangkan proses yang sangat maju untuk membalsem mayat. Mereka percaya bahwa jika mayat tetap utuh maka mereka akan mencapai alam baka.
Proses pembalseman memakan waktu hingga 70 hari. Mereka mengeringkan tubuh dengan garam natron, dan pengeluaran isi perut untuk membuang paru-paru, lambung, usus dan hati. Otak juga dikeluarkan dari jenazah.
Kemudian para pembalsem, didampingi para pendeta, membasuh jenazah dan menggunakan berbagai zat untuk mencegahnya membusuk.
Namun bagaimana proses tersebut secara persis dilakukan masih menjadi misteri dari waktu ke waktu.
Kini tim peneliti dari Universitas Tuebingen dan Universitas Munich di Jerman yang bekerja sama dengan Pusat Riset Nasional di Kairo menemukan beberapa jawaban dengan menganalisis residu di 31 bejana keramik yang ditemukan di bengkel mumifikasi Saqqara.
Dengan membandingkan residu dengan wadah yang ditemukan di kuburan yang berdekatan, mereka dapat mengidentifikasi bahan kimia apa yang digunakan.
Membuat Bau Jenazah Wangi
Zat tersebut memiliki "antijamur, sifat anti-bakteri" yang membantu "melestarikan jaringan manusia dan mengurangi bau tak sedap," kata penulis utama studi tersebut, Maxime Rageot, dalam konferensi pers.
Kepala mendapat perawatan paling banyak dengan tiga ramuan berbeda, salah satunya diberi label "untuk digunakan di kepala.”
"Kami telah mengetahui nama dari banyak bahan pembalseman ini sejak tulisan Mesir kuno diuraikan," kata ahli sejarah Mesir Kuno Susanne Beck dalam sebuah pernyataan dari Tuebingen University.
"Namun, sampai sekarang kami hanya bisa menebak zat apa yang ada di balik setiap nama,” ujarnya.
Label tersebut juga membantu ahli Mesir Kuno menjelaskan kebingungan tentang nama beberapa zat.
Sedikit detail yang kami miliki tentang proses mumifikasi sebagian besar berasal dari papirus kuno, dengan penulis Yunani seperti Herodotus sering mengisi kekosongan.
Dengan mengidentifikasi residu dalam mangkuk baru mereka, para peneliti menemukan bahwa kata "antiu", yang telah lama diterjemahkan sebagai mur atau kemenyan, sebenarnya bisa menjadi campuran dari berbagai bahan.
Di Saqqara, mangkuk berlabel antiu adalah campuran minyak cedar, minyak juniper atau cemara dan lemak hewani.
Pembalseman Mendorong 'Globalisasi'
Penemuan tersebut menunjukkan bahwa orang Mesir kuno telah membangun "pengetahuan yang sangat besar yang terakumulasi selama proses pembalseman yang berlangsung selama berabad-abad," kata Philipp Stockhammer dari Institut Geoantropologi Max Planck Jerman. Misalnya, mereka tahu bahwa jika garam natron diambil dari tubuh, maka tubuh akan segera "dikolonisasi oleh mikroba yang akan memakan kulit," katanya.
Keragaman zat "menunjukkan kepada kita bahwa industri pembalseman" mendorong momentum untuk "globalisasi," kata Stockhammer.
Hal tersebut juga menunjukkan bahwa "pembalsem Mesir sangat tertarik untuk bereksperimen dan mendapatkan akses ke resin dan tar lain dengan sifat yang menarik," tambahnya.
Pembalsem diyakini telah mengambil keuntungan dari jalur perdagangan yang datang ke Mesir melalui Indonesia, India, Teluk Persia dan Laut Merah sekitar tahun 2000 SM.
Penggalian Saqqara dipimpin oleh Ramadan Hussein, seorang arkeolog Universitas Tuebingen, yang meninggal tahun lalu sebelum penelitian tersebut dipublikasikan di jurnal Nature pada Rabu (1/2). [ah/rs]
Forum