Perusahaan asuransi kesehatan Afrika Selatan Discovery menawarkan potongan sampai 25 persen untuk belanja buah-buahan dan sayuran segar serta makanan sehat lainnya. Potongan yang diberikan berupa uang tunai itu merupakan bagian program promosi kesehatan yang lebih luas.
Roland Sturm, peneliti Rand Corporation yang berkantor pusat di Amerika, dan para sejawatnya ingin mengetahui bagaimana dampak program itu.“Program ini telah berlangsung empat tahun dan diikuti ratusan ribu orang. Jadi, ini merupakan kesempatan baik untuk benar-benar menilai bagaimana dampak potongan harga makanan sehat pada pola belanja, pola makan, dan obesitas,” paparnya.
Untuk mengetahuinya, tim peneliti itu menganalisis data kode batang atau barcode barang-barang di pasar swalayan, yang merekam belanja bahan makanan para partisipan baik makanan sehat ataupun tidak. Karena setiap transaksi pembelian dilakukan dengan kartu kredit, mereka bisa melacak belanja setiap pembeli dari tahun 2009 sampai 2012.
“Potongan harga makanan sehat sebesar 25 persen akan meningkatkan jumlah pembelian makanan sehat sekitar 10 persen,” papar Sturm lagi.
Pada saat bersamaan, pembelian makanan tidak sehat turun enam persen. Makanan tidak sehat termasuk, minuman ringan bergula, permen, dan kudapan asin.
Untuk membantu pembeli membuat keputusan dalam berbelanja, makanan yang mendapat potongan harga ditandai dengan label di toko dan juga di bon pembelian. Sebuah panel ilmiah memutuskan makanan-makanan apa saja yang dikenai potongan harga.
Sturm menegaskan, “Pesannya jelas: menurunkan harga makanan bergizi bisa mendorong orang memperbaiki pola makan mereka.”
Roland Sturm mengakui ada beberapa hambatan dalam melakukan penelitian ini, seperti misalnya partisipanlah yang memilih ikut dalam program pemberian potongan harga, bukan ditentukan secara acak. Penelitian ini juga hanya melacak pembelian dengan kartu kredit pada satu jaringan pasar swalayan.
Makalah penelitian Sturm diterbitkan online oleh American Journal of Preventive Medicine.
Roland Sturm, peneliti Rand Corporation yang berkantor pusat di Amerika, dan para sejawatnya ingin mengetahui bagaimana dampak program itu.“Program ini telah berlangsung empat tahun dan diikuti ratusan ribu orang. Jadi, ini merupakan kesempatan baik untuk benar-benar menilai bagaimana dampak potongan harga makanan sehat pada pola belanja, pola makan, dan obesitas,” paparnya.
Untuk mengetahuinya, tim peneliti itu menganalisis data kode batang atau barcode barang-barang di pasar swalayan, yang merekam belanja bahan makanan para partisipan baik makanan sehat ataupun tidak. Karena setiap transaksi pembelian dilakukan dengan kartu kredit, mereka bisa melacak belanja setiap pembeli dari tahun 2009 sampai 2012.
“Potongan harga makanan sehat sebesar 25 persen akan meningkatkan jumlah pembelian makanan sehat sekitar 10 persen,” papar Sturm lagi.
Pada saat bersamaan, pembelian makanan tidak sehat turun enam persen. Makanan tidak sehat termasuk, minuman ringan bergula, permen, dan kudapan asin.
Untuk membantu pembeli membuat keputusan dalam berbelanja, makanan yang mendapat potongan harga ditandai dengan label di toko dan juga di bon pembelian. Sebuah panel ilmiah memutuskan makanan-makanan apa saja yang dikenai potongan harga.
Sturm menegaskan, “Pesannya jelas: menurunkan harga makanan bergizi bisa mendorong orang memperbaiki pola makan mereka.”
Roland Sturm mengakui ada beberapa hambatan dalam melakukan penelitian ini, seperti misalnya partisipanlah yang memilih ikut dalam program pemberian potongan harga, bukan ditentukan secara acak. Penelitian ini juga hanya melacak pembelian dengan kartu kredit pada satu jaringan pasar swalayan.
Makalah penelitian Sturm diterbitkan online oleh American Journal of Preventive Medicine.