Seorang polisi Tunisia menembak mati empat orang di sinagoge tertua di Afrika dalam serangan pada Selasa (9/5) yang memicu kepanikan di tempat ziarah tahunan Yahudi di pulau Djerba. Satu orang lagi, seorang polisi, kemudian meninggal di rumah sakit.
Pria itu menembak mati dua pengunjung, termasuk seorang warga Prancis, dan dua rekannya sesama anggota polisi sebelum dia sendiri ditembak mati, kata kementerian dalam negeri Tunisia.
Empat pengunjung lainnya dan lima polisi – sebelum satu di antaranya meninggal di rumah sakit - terluka dalam serangan itu, yang pertama pada pengunjung asing di Tunisia sejak 2015 dan yang pertama terhadap para peziarah ke sinagoge Ghriba sejak bom truk bunuh diri menewaskan 21 orang pada 2002.
Kementerian Luar Negeri Tunisia mengidentifikasi dua pengunjung yang tewas sebagai warga Tunisia berusia 30 tahun dan seorang warga negara Prancis, berusia 42 tahun. Kementerian itu tidak merilis nama mereka.
Penyerang pertama-tama menembak mati seorang rekannya dan mengambil amunisinya sebelum melepaskan tembakan ke sinagoge, dan memicu kepanikan di antara ratusan pengunjung di sana.
“Investigasi terus dilakukan untuk mengungkap motif agresi pengecut ini,” kata kementerian dalam negeri, seraya menahan diri untuk menyebut penembakan itu sebagai serangan teroris.
Pemerintah Prancis “mengutuk tindakan keji ini sekeras-kerasnya,” kata juru bicara kementerian luar negeri Anne-Claire Legendre.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller juga mengutuk penembakan itu.
“Amerika Serikat menyesalkan serangan di Tunisia yang bertepatan dengan ziarah tahunan Yahudi yang menarik kedatangan umat ke Sinagoge El Ghriba dari seluruh dunia,” katanya dalam cuitan di Twitter.
“Kami menyatakan belasungkawa kepada rakyat Tunisia dan memuji tindakan cepat pasukan keamanan Tunisia.”
Menurut penyelenggara, lebih dari 5.000 umat Yahudi, sebagian besar dari luar negeri, berpartisipasi dalam acara tahun ini.
Ziarah tahunan itu baru dilanjutkan pada tahun 2022 setelah dua tahun berhenti karena pandemi.
Diselenggarakan setelah Paskah, ziarah ke Ghriba dianggap sangat penting dalam tradisi Yahudi di Tunisia, di mana hanya sekitar 1.500 anggota agama itu yang masih hidup – terutama di Djerba – dibandingkan dengan sekitar 100.000 sebelum kemerdekaan pada tahun 1956.
Para peziarah datang dari Eropa, Amerika Serikat dan Israel, meskipun jumlah mereka telah menurun sejak pengeboman mematikan pada tahun 2002.
Tunisia mengalami peningkatan tajam militansi Islamis setelah gerakan “Musim Semi Arab” menggulingkan Zine El Abidine Ben Ali pada 2011, tetapi pihak berwenang mengatakan mereka telah membuat kemajuan yang signifikan dalam perang melawan terorisme dalam beberapa tahun terakhir. [lt/uh]
Forum