Sebuah pengadilan banding Korea Selatan, Jumat (22/5) telah menangguhkan hukuman penjara terhadap seorang mantan eksekutif maskapai penerbangan Korean Air, yang tahun lalu membatalkan sebuah penerbangan karena ia marah atas cara menyajikan kacang makadamia untuknya, yang praktis mengakhiri penahanannya.
Cho Hyun-ah, putri dari kepala maskapai penerbangan tersebut, tidak melanggar aturan keamanan penerbangan ketika ia memerintahkan kepala pramugari keluar pesawat pada penerbangan 5 Desember, memaksa pesawat untuk kembali ke gerbang Bandara John F. Kennedy di New York, menurut Pengadilan Tinggi Seoul.
Pengadilan tersebut menghukum Cho 10 bulan dalam penjara dan kemudian menangguhkan hukuman tersebut dua tahun. Pengadilan memutuskan ia bersalah melakukan serangan. Pengadilan sebelumnya menghukum Cho setahun penjara. Ia telah dibui sejak penahanannya bulan Desember.
Pengadilan memutuskan bahwa tindakan Cho tidak mengubah rute penerbangan pesawat itu. Cho bebas hari Jumat setelah lima bulan mendekam di penjara. Cho, yang juga didakwa menghambat proses peradilan dan menyerang seorang awak kabin, langsung dibebaskan dari tahanan.
Putri sulung pemimpin Korean Air itu juga menjabat sebagai wakil presiden maskapai tersebut yang bertanggung jawab atas pelayanan dalam penerbangan saat kemarahannya meledak. Peristiwa itu kemudian disebut insiden “kemarahan kacang”.
Dikerubungi wartawan di pengadilan, ia tidak berkomentar apa pun, menundukkan kepalanya dan menutupi wajahnya dengan tangan saat media mendesak dan berteriak agar ia mengatakan sesuatu.
Insiden itu memicu lebih banyak kemarahan di negara tersebut, di mana ekonomi didominasi oleh konglomerasi-konglomerasi yang dikelola keluarga atau chaebol, yang sering bertindak di atas hukum.
"Jia ia dibebaskan karena menunjukkan penyesalan, kriminal-kriminal lain juga harus dibebaskan," ujar mahasiswa bernama Kim Ryeong-hui, 19.
"Saya kira pengadilan terlalu lunak padanya. Saya merasa marah jika orang-orang berbuat seenaknya pada mereka yang jabatannya lebih rendah."
Pengadilan lebih rendah telah mendakwa Cho memaksa penerbangan mengubah rutenya, menghalangi tugas kapten, memaksa awak keluar dari pesawat dan menyerang seorang awak kabin.
Kim Sang-hwan, kepala majelis hakim pengadilan tinggi mengatakan, meski Cho melakukan kekerasan terhadap awak kabin, ia seharusnya diberi kesempatan kedua. Hakim juga menyebut "perubahan internal" sejak ia mulai dipenjara sebagai alasan mengurangi hukumannya.
Pengadilan tinggi juga mempertimbangkan bahwa Cho adalah ibu dari anak kembar berusia dua tahun dan tidak pernah melanggar hukm sebelumnya. Ia telah mundur dari jabatannya di maskapai penerbangan tersebut.
"Sepertinya ia akan harus hidup dalam kritikan berat dari masyarakat dan stigma," ujar Kim.