Dalam sebuah keputusan yang menjadi tonggak sejarah, pengadilan arbitrase PBB membatalkan klaim teritorial China atas Laut China Selatan, dengan menyatakan “tidak ada dasar hukum” penguasaan kawasan maritim yang luas tersebut.
Keputusan yang dikeluarkan hari Selasa (12/7) oleh Pengadilan Arbitrase Tetap yang berbasis di Den Haag, Belanda, menjawab keluhan yang diajukan oleh pemerintah Filipina pada tahun 2013. Manila menuduh Beijing melanggar Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) dengan berbagai tindakan agresif di Scarborough Shoal, sebuah terumbu karang sekitar 225 kilometer di lepas pantai Filipina.
Pengadilan Arbitrase Tetap menyatakan klaim Beijing terhadap kedaulatan maya di hampir keseluruhan Laut China Selatan di bawah apa yang disebut “sembilan garis putus-putus” yang terentang dari pantai selatan China bertentangan dengan UNCLOS, yang menentukan batas maritim sebuah negara adalah 22 km dari pantainya, dan kendali atas seluruh aktivitas ekonominya ditentukan hingga sejauh 370 km dari pantainya.
China memboikot seluruh tindakan hukum yang dilakukan Pengadilan Arbistrase Tetap, dengan menyatakan bahwa badan tersebut tidak memiliki jurisdiksi terhadap perselisihan yang terjadi. Beijing juga bersikukuh bahwa mereka tidak akan menerima, mengakui, atau mengimplementasikan keputusan apapun menyangkut Laut China Selatan, meskipun mereka adalah salah satu negara yang ikut menandatangani UNCLOS.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan sebelum pengadilan PBB mengumumkan keputusannya, kantor berita pemerintah China, Xinhua, mengatakan “pengadilan yang menyalahgunakan tatanan hukum” telah mengeluarkan sebuah “keputusan tanpa dasar.”
Penegakan keputusan
Kendati keputusan pengadilan telah diambil pada hari Selasa, PBB tidak memiliki mekanisme untuk menegakkan keputusan yang dikeluarkan, baik melalui aksi militer atau sanksi ekonomi. Namun, lembaga tersebut dapat mendesak negara-negara yang menjadi rival China di kawasan Asia Pasifik untuk juga melakukan gugatan, sehingga meningkatkan tekanan diplomatik terhadap Beijing untuk mengurangi kehadirannya di Laut China Selatan.
Pemerintah AS juga telah menentang tindakan agresif Beijing yang semakin meningkat di kawasan tersebut, dengan melakukan sejumlah latihan angkatan laut dan mengerahkan sejumlah kapal perang di sekitar terumbu karang yang sedang dibangun untuk menyerukan aturan kebebasan navigasi internasional.
Tonton: Perselisihan di Laut China Selatan – Apa yang Perlu Anda Ketahui
Apa sebenarnya yang ada di balik perselisihan?
China mengklaim hampir keseluruhan kawasan di Laut China Selatan seluas 3,5 juta kilometer persegi atas apa yang disebut “sembilan garis putus-putus,” yang menurut negara itu berdasarkan pada peta-peta kuno. Klaim China tidak hanya tumpang tindih dengan Filipina, namun juga dengan Brunei, Malaysia, Vietnam dan Taiwan. Beberapa perselisihan tersebut telah berlangsung selama beberapa dasawarsa atau bahkan berabad-abad. Namun, ketegangan semakin memburuk di tahun-tahun belakangan ini, sejak Beijing melakukan berbagai tindakan untuk memperkuat kendalinya atas wilayah yang disengketakan.
Siapa yang mengajukan gugatan kasus ini terhadap China?
Filipina telah mengajukan kasus ini terhadap China di Pengadilan Arbitrase Tetap di Den Haag pada bulan Januari 2013. Manila berargumen klaim teritorial Beijing dan beragam tindakan agresifnya belakangan ini di Laut China Selatan melanggar Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS), sebuah perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh kedua bangsa.
Bagaimana tanggapan China?
China menolak berpartisipasi dalam proses peradilan tersebut, dengan argumentasinya bahwa China tidak berkewajiban ikut serta dalam proses peradilan tersebut sebagaimana yang diatur oleh UNCLOS. Sementara itu, China tetap melanjutkan pembangunan pulau-pulau buatan dan pos-pos militer di perairan yang menjadi sengketa, sebagai usaha untuk menciptakan “kenyataan di lapangan.”
Apa sebenarnya yang menjadi pertimbangan lembaga peradilan?
Filipina mengajukan total 15 keluhan terhadap China. Yang paling signifikan adalah keluhan nomor dua, yang mengklaim “sembilan garis putus-putus” yang dideklarasikan China bertentangan dengan UNCLOS. Sejauh ini, pengadilan belum menentukan apakah lembaga itu memliki jurisdiksi untuk mengeluarkan keputusan terhadap keluhan yang diajukan.
Sebaliknya, lembaga peradilan tersebut mengumumkan di penghujung tahun lalu bahwa akan menangani tujuh persoalan penting lainnya. Persoalan-persoalan ini termasuk keluhan yang menentang aktivitas-aktivitas spesifik China di sekitar lokasi-lokasi tertentu. Lembaga tersebut juga diharapkan secara resmi mengkategorikan ciri-ciri daratan baik berupa karang, pulau, atau elevasi surut, label-label yang akan mempengaruhi hak-hak siapapun yang menguasai suatu teritorial.
Apakah keputusan ini mengikat?
Secara teknis, ya. Namun kenyataannya, UNCLOS tidak memiliki mekanisme apapun untuk menegakkan keputusan yang dibuatnya, oleh karena lembaga tersebut tidak memiliki satuan kepolisian, tentara, atau cara untuk menerapkan sanksi terhadap mereka-mereka yang mengabaikan keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh lembaga itu. Beberapa analis telah berspekulasi masalah tersebut dapat diajukan ke Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, namun China dan Rusia, yang merupakan anggota tetap, diperkirakan akan menggunakan hak veto terhadap setiap tindakan yang dilakukan terkait hal tersebut.
Apabila keputusan tersebut tidak dapat ditegakkan, mengapa keputusan tersebut penting?
Apabila, seperti yang diharapkan, keputusan pengadilan paling tidak sebagian berpihak pada kepentingan Filipina, maka hal tersebut dapat memberi tekanan diplomatis yang penting pada China. Hal tersebut dapat memberi kemenangan simbolis yang penting bagi para pemimpin Asia yang menyatakan Beijing mengabaikan hukum internasional dengan berusaha untuk menunjukkan kekuatannya di kawasan tersebut.
Keputusan pengadilan yang mengalahkan China juga akan menentukan sebuah preseden hukum yang penting dan menjadi bagian dari hukum internasional. Hal tersebut juga dapat mendorong negara-negara lain yang memiliki sengketa teritorial dengan China untuk mengambil tindakan hukum serupa.
Bagaimana posisi AS dalam perselisihan ini?
AS menyatakan negara tersebut tidak mengambil posisi resmi terhadap beragam sengketa teritorial yang dihadapi China. Namun pejabat-pejabat puncak telah berulang kali mengkritisi beragam tindakan China di Laut China Selatan dan telah mendesak China untuk menerima apa yang akhirnya menjadi keputusan pengadilan. Meskipun demikian usaha AS untuk mempermalukan Beijing secara publik mungkin akan terhambat oleh fakta bahwa Washington sendiri telah menolak untuk meratifikasi UNCLOS.
Jadi apa tindakan selanjutnya?
Langkah China selanjutnya masih belum pasti. Ada yang mengatakan negara itu mungkin akan menarik diri sebagai bentuk protes atas sistem perjanjian UNCLOS. Namun hal tersebut hanya dapat dilakukan dengan pemberitahuan setahun di muka, yang memungkinkan negara-negara lain memiliki banyak waktu untuk mengajukan kasus mereka di saat-saat terakhir. Langkah ini juga dapat memperkuat persepsi bahwa Beijing tidak ingin mematuhi aturan tata internasional yang sudah ada.
China mengatakan negara tersebut lebih memilih untuk menyelesaikan sengketa teritorial melalui negosiasi langsung, namun belum mengambil langkah-langkah berarti untuk melakukan pembicaraan. Sebaliknya, Beijing terlihat sengaja membuat perselisihan tersebut berlarut-larut sementara terus melakukan aktivitas pembangunan di daerah-daerah sengketa.
Apakah akan ada perubahan di bawah presiden baru Filipina?
Presiden Filipina yang baru terpilih, Rodrigo Duterte, mengatakan ia terbuka terhadap pembicaraan bilateral dengan China apabila perselisihan ini tidak selesai dalam waktu dua tahun. Hal ini menunjukkan perbedaan kebijakan dari pendahulunya, Benigno Aquino, yang mengambil posisi untuk tidak mengalah dalam sengketa teritorial.
Namun Duterte telah menyatakan dengan gamblang minggu ini bahwa ia tidak berniat untuk menyerahkan sebagian besar wilayah tersebut dan mengatakan wilayah yang disengketakan adalah “milik kami,” dan mengatakan pada China: “Anda tidak berhak berada di sana.” Politisi yang dikenal dengan ucapan-ucapannya yang keras juga telah mengancam untuk secara pribadi mengendarai jet ski ke salah satu pulau yang disengketakan untuk menegaskan klaim negaranya.
Apa yang menjadi taruhan?
Uang dalam jumlah besar dan kebanggaan nasional yang tidak ternilai. Lebih dari 5 triliun dolar dalam bentuk perdagangan lalu-lalang melalui Laut China Selatan setiap tahunnya. Kawasan ini juga sumber lahan perikanan yang vital dan diperkirakan mengandung deposit gas alam dan minyak dalam jumlah besar. Para pemimpin politik dan banyak negara yang mengajukan klaim juga telah mengeksploitasi persoalan ini untuk membangkitkan sentimen nasional.