Kebijakan COVID-19 pemerintah Belanda mengalami pukulan besar, Selasa (16/2), ketika seorang hakim memerintahkan jam malam yang diberlakukan segera dicabut. Hakim beralasan, pemerintah menyalahgunakan kekuasaan daruratnya. Pemerintah langsung naik banding atas keputusan tersebut.
Perdana Menteri Mark Rutte memberlakukan jam malam pada Januari sebagai upaya meredam penyebaran virus corona. Ini pertama kali negara itu menerapkan jam malam sejak Perang Dunia II. Aturan itu membolehkan orang-orang dengan kebutuhan mendesak berada di luar antara pukul 21.00 hingga pukul 04.30. Jam malam itu dijadwalkan berakhir 9 Februari, tetapi diperpanjang minggu lalu hingga setidaknya 3 Maret.
Jam malam memicu protes yang terkadang disertai kekerasan selama beberapa hari ketika pertama kali diterapkan. Kelompok yang memimpin beberapa protes itu, Viruswaarheid (“Virus Truth”), mengajukan kasus itu ke pengadilan. Keputusannya keluar pada Selasa (16/2).
Pada konferensi pers setelah keputusan itu, Rutte mengatakan, jam malam itu dirancang untuk mengendalikan virus. Meskipun menginginkan orang-orang memiliki kebebasan dan aman, ia mendesak agar orang-orang terus mematuhi jam malam, terlepas permohonan banding pemerintah berhasil atau tidak.
Kantor berita Associated Press melaporkan sidang yang digelar pada Selasa (16/2), untuk mempertimbangkan permintaan pemerintah agar jam malam berlanjut sementara menunggu putusan banding, dihentikan setelah beberapa menit berlangsung ketika seorang anggota Viruswaarheid menuduh hakim ketua bias. Kantor berita itu melaporkan banding penuh itu akan dipertimbangkan pada Jumat (19/2). [ka/jm]