Selama dua setengah tahun, Nathir Bashir seorang guru bahasa Arab mengikuti perintah yang awalnya santun dan berubah menjadi teror. Dalam bahasa Arab ia bercerita kepada VOA di rumahnya sementara mortir dan suara tembakan terdengar di lingkungan di dekatnya.
Ketika militan ISIS datang ke Mosul, sekolah-sekolah tutup untuk libur musim panas. Kemudian pemberitahuan muncul pada hari Jumat di pintu masjid, mengatakan semua guru diwajibkan untuk melapor ke sekolah.
Ia mengatakan tidak khawatir karena awalnya menganggap mereka adalah malaikat. Mereka tidak melakukan apa-apa kepada warga sipil, tapi setelah satu atau dua bulan mereka mulai memberikan perintah-perintah, seperti perempuan tidak boleh keluar tanpa suami atau saudara laki-laki mereka.
Ketika militan mulai membunuhi warga Kristen dan Yazidi dan merampas rumah-rumah warga, Bashir mengatakan warga tahu mereka adalah teroris.
Militan memberitahu para guru untuk menuliskan nama-nama mereka, di mana mereka mengajar semester sebelumnya dan nama sekolah yang terdekat dengan rumah mereka. Pasukan Pashmerga Kurdi mengontrol daerah di mana Nathir Bashir mengajar, jadi katanya ia harus bekerja di tempat lain.
Awalnya para militan tidak mengatakan “Anda harus mengajar secara gratis” tapi setelah satu tahun, kurikulum di sekolah berubah menjadi program pro-militan yang mengagung-agungkan kekerasan seperti “satu bom tambah satu bom sama dengan dua bom”.
Sebagai contohnya, ada buku bahasa Arab yang berisi doa bagi pemimpin al-Qaida yang tewas dan pada setiap halaman ada penjelasan mengenai senjata AK-47, dan ada gambar pejuang bersenjata pada sampul buku pelajaran bahasa SMA. Selain itu, tata bahasa Arab yang diajarkan di sekolah tetap sama. [my/ds]