Pengamat ekonomi Drajad Wibowo menilai pemerintah Indonesia kurang mampu berdiplomasi dan memberikan pengaruh positif pada hasil-hasil pertemuan internasional termasuk Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Meksiko pada 17-19 Juni lalu.
Menurut Drajad, jika pemerintah piawai berdiplomasi, maka Indonesia memiliki posisi tawar dengan negara-negara lain untuk menarik investasi sebesar-besarnya.
“Pemerintah memang perlu menghadiri pertemuan ini karena ini acara yang bergengsi, mengumpulkan 20 negara perekonomian terbesar dan di dalam pertemuan itu bisa dimanfaatkan lobi-lobi bilateral,” ujarnya menanggapi pendapat bahwa pemerintah tidak perlu hadir dalam KTT G20 karena membuang-buang uang negara.
“[Pemerintah] belum secara cerdik memasukkan isu-isu yang betul-betul sangat dibutuhkan oleh orang Indonesia, contohnya mengurangi ekspor bahan mentah dan lebih meningkatkan industri pengolahan. Kita tidak siap dengan isu-isu yang akan diangkat dan terkait dengan sepenuhnya kepentingan Indonesia, padahal kita tahu sudah puluhan tahun sumber daya mineral kita itu dikeduk oleh perusahaan-perusahaan tambang terutama perusahaan tambang asing,” tambahnya.
Aktivis Koalisi Anti Utang, Danny Setiawan, mengatakan tujuan pemerintah hadir dalam pertemuan tingkat internasional karena berharap dapat utang luar negeri.
“Ada hal fundamental yang harus diubah dalam kebijakan pembangunan, baik di tingkat nasional maupun dalam konsteks sistem internasional. Bagaimana kita bisa mendorong kebijakan yang lebih mendahulukan kepentingan-kepentingan rakyat banyak ketimbang kepentingan segelintir pemilik modal. Sumber daya alam itu memiliki peran yang sangat besar di negara-negara berkembang. Nah, inilah yang merusak model ekonomi kita di Indonesia ini,” katanya.
Danny Setiawan mengingatkan jika sistem ekonomi luar negeri Indonesia tidak berubah maka utang negara akan terus bertambah.
Utang Indonesia hingga saat ini sebesar 1.860 triliun rupiah dan yang jatuh tempo tahun ini sebesar 117,6 triliun rupiah.
Menurut Drajad, jika pemerintah piawai berdiplomasi, maka Indonesia memiliki posisi tawar dengan negara-negara lain untuk menarik investasi sebesar-besarnya.
“Pemerintah memang perlu menghadiri pertemuan ini karena ini acara yang bergengsi, mengumpulkan 20 negara perekonomian terbesar dan di dalam pertemuan itu bisa dimanfaatkan lobi-lobi bilateral,” ujarnya menanggapi pendapat bahwa pemerintah tidak perlu hadir dalam KTT G20 karena membuang-buang uang negara.
“[Pemerintah] belum secara cerdik memasukkan isu-isu yang betul-betul sangat dibutuhkan oleh orang Indonesia, contohnya mengurangi ekspor bahan mentah dan lebih meningkatkan industri pengolahan. Kita tidak siap dengan isu-isu yang akan diangkat dan terkait dengan sepenuhnya kepentingan Indonesia, padahal kita tahu sudah puluhan tahun sumber daya mineral kita itu dikeduk oleh perusahaan-perusahaan tambang terutama perusahaan tambang asing,” tambahnya.
Aktivis Koalisi Anti Utang, Danny Setiawan, mengatakan tujuan pemerintah hadir dalam pertemuan tingkat internasional karena berharap dapat utang luar negeri.
“Ada hal fundamental yang harus diubah dalam kebijakan pembangunan, baik di tingkat nasional maupun dalam konsteks sistem internasional. Bagaimana kita bisa mendorong kebijakan yang lebih mendahulukan kepentingan-kepentingan rakyat banyak ketimbang kepentingan segelintir pemilik modal. Sumber daya alam itu memiliki peran yang sangat besar di negara-negara berkembang. Nah, inilah yang merusak model ekonomi kita di Indonesia ini,” katanya.
Danny Setiawan mengingatkan jika sistem ekonomi luar negeri Indonesia tidak berubah maka utang negara akan terus bertambah.
Utang Indonesia hingga saat ini sebesar 1.860 triliun rupiah dan yang jatuh tempo tahun ini sebesar 117,6 triliun rupiah.