Bank Indonesia memprediksi nilai tukar rupiah masih akan mengalami gejolak hingga tahun depan, demikian pula untuk kegiatan investasi dan ekspor yang belum meningkat dalam waktu dekat.
Hal itu ditegaskan Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, sementara itu menurut pengamat ekonomi dari Unversitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sri Adiningsih ada beberapa hal yang harus segera diperbaiki untuk menggerakkan ekonomi tahun depan.
Kepada VoA di Jakarta, Kamis, pengamat ekonomi, Sri Adiningsih berpendapat memberantas korupsi dan perbaikan infrastruktur merupakan hal yang harus segera dibenahi pemerintah jika ingin terjadi perbaikan ekonomi secara signifikan tahun depan. Terlebih lagi menurutnya jika Indonesia ingin mempertahankan pengakuan dunia internasional seperti yang baru saja diraih yaitu mampu berada di level investment grade.
“Tidak berarti kalau peringkat naik itu serta merta semuanya beres ya, masalah, tantangan, ancaman, hambatan ya masih tetap sama aja, yang namanya infrastruktur, korupsi ya masih saja kan tetap terjadi kalau tidak ada perubahan ataupun kalau kita berbicara tentang daya saing yang rendah itu tetap saja,” demikain menurut Adiningsih.
Sebelumnya Gubernur BI, Darmin Nasution berpendapat, hingga akhir tahun ini gejolak nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama terhadap dollar Amerika masih dalam level wajar. Bahkan ditegaskannya nilai tukar rupiah cukup stabil dibanding nilai tukar mata uang negara-negara lain terhadap dollar Amerika.
Darmin Nasution menyatakan, “Jangan terlalu melihat hari per hari, harus lihat katakanlah sebulan terakhir atau sejak akhir Agustus kemari, kenapa akhir Agustus? karena awal September lah mulai gejolak, bisa dibandingkan semua negara di Asean bisa dilihat bahwa Indonesia itu relatif ada di tengah.”
Gubernur BI, Darmin Nasution juga menambahkan, hingga triwulan pertama tahun depan, posisi nilai tukar rupiah kemungkinan tidak akan jauh berbeda dibanding saat ini yaitu dikisaran Rp 9.200 per dollar Amerika. Selain itu menurut Gubernur BI kondisi serupa juga akan terjadi pada nilai investasi dan kegiatan ekspor. Gubernur BI menilai kurang tepat jika berbagai sektor diharapkan cepat mengalami perbaikan jika dikaitkan posisi investment grade yang baru saja diraih Indonesia.
“Investment grade baru dapat, jangan lupa investment grade itu dampaknya baru terlihat dalam jangka menengah, nggak bisa langsung terlihat, langsung berdampak. (Ini) karena keputusan orang untuk membawa dananya kesini untuk investasi kesini itu tidak serta merta. Sedangkan situasi global sedang begini, artinya situasi global itu dalam jangka pendek cenderung menekan jangka menengahnya,” kata Darmin menambahkan.
Pekan lalu, oleh sebuah lembaga peringkat internasional Fitch Ratings Indonesia dinyatakan berhasil masuk ke level investment grade yang berarti setara dengan sejumlah negara-negara maju. Peringkat tersebut juga pernah diraih pada tahun 1997, kemudian terus menurun setelah mengalami krisis ekonomi pada tahun 1998.
Keberhasilan Indonesia berada di level tersebut karena dinilai semakin tingginya kepercayaan investor lokal dan asing untuk berinvestasi di Indonesia karena iklim usaha yang semakin kondusif. Selain itu Indonesia dinilai mampu bertahan di tengah guncangan ekonomi eksternal seperti terjadi pada tahun 2008.