JAKARTA —
Pengamat ekonomi dari Univeristas Gadjah Mada, Yogyakarta, Mudradjat Kuncoro kepada VOA di Jakarta, Jum’at (4/10) mengingatkan pemerintah agar tidak terus bergantung pada sektor konsumsi untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, melainkan harus beralih pada sektor lain karena sektor konsumsi bersifat jangka pendek.
Mudradjat Kuncoro memberi contoh jika pemerintah menggenjot sektor investasi untuk diandalkan bagi pertumbuhan konomi, akan jauh lebih baik karena jangka panjang dan berpengaruh positif terhadap lapangan kerja baru, dan menggerakkan kinerja ekspor dengan meningkatkan produk-produk buatan Indonesia.
“Pemerintah harus berani melakukan sejumlah gebrakan untuk membalik defisit menjadi surplus, prioritas adalah memperkuat pondasi ekonomi. Pondasi ekonomi kita itu 55 persen mengandalkan pada konsumsi, lalu sekitar 26 persen mengandalkan investasi. Di negara-negara lain investasi itu nomor satu, artinya kurangnya peranan pemerintah terhadap ekonomi dampaknya itu tidak terlalu besar dan itu disebabkan karena alokasi belanja pemerintah itu lebih banyak untuk belanja aparatur, " kata Mudradjat Kuncoro.
Untuk subsidsi yang tidak menimbulkan dampak multiplayer terhadap ekonomi yang besar, menurut Mudradjat Kuncoro, dibutuhkan reformasi kebijakan perdagangan dan perindustrian serta pertanian.
Mudradjat Kuncoro mengingatkan, untuk meningkatkan perekonomian Indonesia, pemerintah, pengusaha dan buruh harus sepakat mengenai upah. Hal itu dibutuhkan karena menurutnya upah rendah berpengaruh pada kualitas produk menjadi buruk namun upah tinggi berpengaruh pada kemampuan pengusaha membayar buruh.
“Karena kalau hampir semua barang yang kita produksi masih mengandalkan buruh murah, satu, lalu yang kedua berbasis pada sumber daya alam yang melimpah maka permasalahannya akan terus berlanjut itu permasalahan kita, penyakit ekonominya nggak diobati," lanjut Mudradjat Kuncoro. "Kita (perlu) kembangkan yang berbasis sumber daya manusia yang terampil. Kalau buruh murah begitu UMP dinaikkan, (akan) jadi pukulan bagi industri padat karya. Terjadi PHK karena komponen upah itu sangat besar untuk industri padat karya, antara 20 sampai 34 persen,” lanjutnya.
Mudradjat Kuncoro memperkirakan target petumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini sekitar 6 persen sulit tercapai, namun inflasi akan lebih dari target pemerintah dan BI sekitar 9 persen.
Sebelumnya Kepala BPS, Suryamin menjelaskan, periode Januari hingga Agustus 2013, defisit neraca pedagangan Indonesia sebesar 5,5 milyar dollar Amerika. Tiga negara andalan tujuan ekspor bagi Indonesia masih tetap China, Jepang dan Amerika sementara impor terbesar datang dari China, Jepang dan Thailand.
“Pangsa ekspor non migas Januari-Agustus 2013 terbesar ke China, kedua ke Jepang, yang ketiga ke Amerika, pangsa impor non migas Januari-Agustus 2013 terbesar dari China, dan yang kedua dari Jepang, dan yang ketiga dari Thailand,” jelas Suryamin.
Kepala BPS, Suryamin menambahkan, pemerintah harus terus menjaga 13 negara sebagai mitra dagang Indonesia. 13 negara tersebut adalah negara-negara Asean, Eropa dan negara lain diantaranya Amerika, Tiongkok, India serta Australia.
“Ini juga bagaimana pemerintah untuk meningkatkan atau mengembalikan negara-negara yang besar disini, 13 negara terbesar itu dengan China, dengan Jepang supaya defisitnya bisa mengecil. Atau bahkan surplus ini tergantung upaya pemerintah dan dunia bisnis, jadi perlu upaya-upaya khusus. Sementara Amerika Serikat dan India baik bulan Agustus maupun akumulasi Januari-Agustus, terjadi surplus bahkan akumulasinya cukup tinggi, dengan Amerika 4 milyar dan India 5,8 milyar,” tambahnya.
Mudradjat Kuncoro memberi contoh jika pemerintah menggenjot sektor investasi untuk diandalkan bagi pertumbuhan konomi, akan jauh lebih baik karena jangka panjang dan berpengaruh positif terhadap lapangan kerja baru, dan menggerakkan kinerja ekspor dengan meningkatkan produk-produk buatan Indonesia.
“Pemerintah harus berani melakukan sejumlah gebrakan untuk membalik defisit menjadi surplus, prioritas adalah memperkuat pondasi ekonomi. Pondasi ekonomi kita itu 55 persen mengandalkan pada konsumsi, lalu sekitar 26 persen mengandalkan investasi. Di negara-negara lain investasi itu nomor satu, artinya kurangnya peranan pemerintah terhadap ekonomi dampaknya itu tidak terlalu besar dan itu disebabkan karena alokasi belanja pemerintah itu lebih banyak untuk belanja aparatur, " kata Mudradjat Kuncoro.
Untuk subsidsi yang tidak menimbulkan dampak multiplayer terhadap ekonomi yang besar, menurut Mudradjat Kuncoro, dibutuhkan reformasi kebijakan perdagangan dan perindustrian serta pertanian.
Mudradjat Kuncoro mengingatkan, untuk meningkatkan perekonomian Indonesia, pemerintah, pengusaha dan buruh harus sepakat mengenai upah. Hal itu dibutuhkan karena menurutnya upah rendah berpengaruh pada kualitas produk menjadi buruk namun upah tinggi berpengaruh pada kemampuan pengusaha membayar buruh.
“Karena kalau hampir semua barang yang kita produksi masih mengandalkan buruh murah, satu, lalu yang kedua berbasis pada sumber daya alam yang melimpah maka permasalahannya akan terus berlanjut itu permasalahan kita, penyakit ekonominya nggak diobati," lanjut Mudradjat Kuncoro. "Kita (perlu) kembangkan yang berbasis sumber daya manusia yang terampil. Kalau buruh murah begitu UMP dinaikkan, (akan) jadi pukulan bagi industri padat karya. Terjadi PHK karena komponen upah itu sangat besar untuk industri padat karya, antara 20 sampai 34 persen,” lanjutnya.
Mudradjat Kuncoro memperkirakan target petumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini sekitar 6 persen sulit tercapai, namun inflasi akan lebih dari target pemerintah dan BI sekitar 9 persen.
Sebelumnya Kepala BPS, Suryamin menjelaskan, periode Januari hingga Agustus 2013, defisit neraca pedagangan Indonesia sebesar 5,5 milyar dollar Amerika. Tiga negara andalan tujuan ekspor bagi Indonesia masih tetap China, Jepang dan Amerika sementara impor terbesar datang dari China, Jepang dan Thailand.
“Pangsa ekspor non migas Januari-Agustus 2013 terbesar ke China, kedua ke Jepang, yang ketiga ke Amerika, pangsa impor non migas Januari-Agustus 2013 terbesar dari China, dan yang kedua dari Jepang, dan yang ketiga dari Thailand,” jelas Suryamin.
Kepala BPS, Suryamin menambahkan, pemerintah harus terus menjaga 13 negara sebagai mitra dagang Indonesia. 13 negara tersebut adalah negara-negara Asean, Eropa dan negara lain diantaranya Amerika, Tiongkok, India serta Australia.
“Ini juga bagaimana pemerintah untuk meningkatkan atau mengembalikan negara-negara yang besar disini, 13 negara terbesar itu dengan China, dengan Jepang supaya defisitnya bisa mengecil. Atau bahkan surplus ini tergantung upaya pemerintah dan dunia bisnis, jadi perlu upaya-upaya khusus. Sementara Amerika Serikat dan India baik bulan Agustus maupun akumulasi Januari-Agustus, terjadi surplus bahkan akumulasinya cukup tinggi, dengan Amerika 4 milyar dan India 5,8 milyar,” tambahnya.