Konsep paham Wahhabi berarti hal berbeda untuk orang berbeda. Banyak warga Arab Saudi, termasuk politisi, mahasiswa, analis, aktivis, akademisi dan pengusaha lokal serta perempuan, mengatakan, baru sekitar 10 tahun ini mereka mendengar diri mereka kerap digambarkan sebagai Wahhabi.
Wartawan kawakan Arab Saudi Khaled Almaeena adalah mantan pemimpin redaksi Saudi Gazette. Ia mengatakan, "Tidak ada agama nasional di Arab Saudi. Agama di sana adalah Islam. Ada orang yang salah menafsirkan Islam. Mereka adalah orang-orang garis keras. Sebagian kaum garis keras berbicara seperti orang-orang garis keras dalam ISIS, tetapi itu bukan suara pemerintah."
Kaum garis keras di Arab Saudi yang disebut Almaeena itu menganut ideologi tertentu yang sama dengan militan ISIS dan kelompok ekstremis lain dalam isu-isu hak-hak perempuan, penghinaan terhadap Islam dan hukuman atas tindak kejahatan.
Di Arab Saudi, perempuan harus mendapat persetujuan dari wali laki-laki untuk membuat keputusan yang paling sederhana sekalipun, dan pelanggarnya dapat dihukum mati. Hukuman mati biasanya berupa pemenggalan yang dilakukan terbuka di depan umum.
Arab Saudi tidak mengakui kebebasan beragama dan warga non-Muslim tidak boleh beribadah di tempat umum.
Militan ISIS terang-terangan membunuh orang-orang Kristen, Muslim Syiah dan kelompok lain sebagai kebijakan. Tidak demikian halnya dengan Arab Saudi.
Menurut cendekiawan Arab Saudi, tidak adil membandingkan praktik-praktik Arab Saudi, yang dilakukan negara berdasar hukum Islam, dengan ekstremis yang senang membunuh, memperkosa dan memperbudak siapa saja yang tidak sepandangan dengan mereka, termasuk warga Arab Saudi.
Menurut ketua Gulf Research Center di Jeddah Abdulaziz Sager, Islam tidak mencakup terorisme.
"Mufti dan ulama Arab Saudi selalu mengatakan ISIS tidak terkait dengan Islam. Semua yang dilakukan ISIS tidak ada hubungan dengan Islam dan mereka benar-benar mengutuk semua tindakan, perilaku, maupun keyakinan yang pernah dikatakan atau dijalani ISIS," kata Sager.
Arab Saudi dan ISIS sama-sama menerapkan ajaran Sheik Mohamed Bin Abdel Wahhab dari abad ke 18, yang menyebarkan penafsiran paling ketat atas hukum Islam. Penafsiran itu, menurut sebagian ulama Arab Saudi, tidak diikuti, tetapi disesatkan oleh kaum ekstremis.
Ali Omar Badhadah, profesor Kajian Islam pada King Abdulaziz University di Jeddah, setuju.
Ia mengatakan paham Wahhabi baru belakangan ini dipelajari secara luas di Barat dan umumnya dengan tujuan memahami kelompok-kelompok ekstremis yang mengaku mengikuti ajaran yang sama. Akibatnya, menurut Badhadah, media dan orang-orang garis keras-lah, yang membuat sebagian orang luar, mengaitkan paham Wahhabi dengan ideologi terorisme. [ka/ds]