Asosiasi Petani Kentang Dataran Tinggi Dieng adalah salah satu organisasi petani yang mengkampanyekan pengurangan penggunaan pestisida dan pupuk kimia di kalangan petani di Jawa Tengah. Namun, sejak aktif bergerak tahun 2006, hingga kini hanya 170 orang petani yang bersedia bergabung.
Muhammad Mudazir, ketua asosiasi petani ini mengatakan, jumlah itu hanya sekitar 1 persen dari seluruh petani di dataran tinggi dieng. Kendala terbesar mengajak petani bergabung justru karena tujuan organisasi ini, yaitu mengurangi penggunaan pestisida dan pupuk kimia. Menurut Mudazir, petani telah sangat bergantung pada kedua bahan itu, dan cenderung memakainya secara berlebihan.
“Pemakaian pestisida memang cukup banyak untuk Dataran Tinggi Dieng ini baik mulai kecil sampai besar semua pasti pakai. Karena kondisi lahan lingkungan itu memang tidak memungkinkan kalau kita tanam kentang tidak pakai pestisida. Kita menanam kentang tetapi tidak memahami kentang itu seperti apa. Petani hanya menanam dan petani selalu ingin mengeksploitasi tanah untuk bisa panen terus," ujarnya.
Padahal, kata Mudazir, rusaknya lahan pertanian di dataran tinggi Dieng yang dulu subur, justru karena penggunaan pestisida dan pupuk kimia berlebihan. Petani kini berpikir dengan pola yang terbalik, yaitu rusaknya lahan harus diimbangi dengan pemakaian pupuk kimia di luar ambang batas. Sementara untuk menjamin hasil panen bebas hama, termasuk ulat, pestisida juga digunakan secara tidak bertanggung jawab. Untuk kedua bahan ini, petani membelanjakan lebih 20 persen dari ongkos produksi dalam satu masa panen.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Tengah telah melakukan kampanye pengurangan penggunaan pestisida dan pupuk kimia di kalangan petani. Namun, menurut Direktur Eksekutif Walhi Jawa Tengah, Ning Fitri, upaya itu belum berhasil karena petani sudah mengalami ketergantungan luar biasa.
Di sisi lain, konsumen juga belum memiliki kesadaran akan bahaya pestisida dalam produk pertanian. Pemerintah pun tidak mengambil tindakan yang cukup, bahkan kadang penyuluh pertanian lapangan, sekaligus menjadi agen yang terus menyarankan pemakaian produk pestisida dan pupuk kimia untuk menggenjot produksi.
“Pemerintah dan konsumen itu tidak bisa dipisahkan, itu harus menjadi satu kesatuan. Jadi, ketika konsumen kita sadarkan dengan kampanye bahwa kita harus makan dengan sayur yang sehat, sedangkan yang sehat itu kriteria kita sudah jelas. Yang paling gampang adalah bahwa sayuran yang sehat itu justru yang bisa dimakan ulat. Tetapi, di sisi lain kalau produsennya tidak menyediakan sayuran yang sehat, ya semua sama saja,” ujar Ning.
Walhi Jawa Tengah, dikatakan Ning Fitri, terus melakukan kampanye pengurangan penggunaan pestisida dan pupuk kimia, karena bahaya yang mengancam, terutama justru bagi para petani sendiri.
Dalam survey yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah, ditemukan data, dari 217 petani yang dijadikan contoh penelitian, hanya 15 orang atau sekitar 7 persen saja yang bebas keracunan pestisida.
Sebanyak 5 orang petani mengalami keracunan berat (2,3 persen), 120 orang keracunan sedang (55,3 persen), dan 77 orang keracunan ringan (35,5 persen).
Survei ini membuktikan bagaimana penggunaan pestisida dan pupuk kimia berlebih di kalangan petani Jawa Tengah telah menjadi ancaman serius terutama untuk sektor kesehatan.