Ribuan pengungsi Rohingya mulai membangun kembali rumah sementara mereka pada Kamis (25/3), setelah kebakaran melanda kamp pengungsi Bangladesh tempat mereka tinggal awal pekan ini. Insiden tersebut menewaskan sedikitnya 11 orang.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan kebakaran yang terjadi pada Senin (22/3) itu menyebabkan 339 orang hilang, dan puluhan ribu orang kehilangan tempat berlindung di kamp pengungsi terbesar di dunia di distrik Cox's Bazar. Kamp itu dihuni lebih dari satu juta orang Rohingya yang melarikan diri dari penganiayaan di negara asalnya, Myanmar.
Pada Kamis (25/3), keluarga yang kehilangan tempat tinggal akibat kebakaran membangun tempat berlindung menggunakan terpal, tali dan bambu yang disediakan oleh kelompok bantuan.
Dengan hancurnya infrastruktur penting, termasuk fasilitas medis dan sistem sanitasi, muncul kekhawatiran tentang penyebaran penyakit.
"Kita harus bertindak cepat untuk membangun kembali tidak hanya rumah, tetapi seluruh infrastruktur di daerah yang rusak," kata Snigdha Chakraborty, manajer badan bantuan Catholic Relief Services di Bangladesh.
“Membangun kembali jamban, sumur dan kamar mandi sangat penting untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah penyakit."
Terlepas dari upaya tersebut, masih banyak pengungsi yang tanpa tempat berlindung selama empat hari setelah kebakaran, di tengah meningkatnya suhu udara dan kelembaban yang meningkat.
“Semuanya musnah,” kata Mohammed Salam, seorang pengungsi berusia 50 tahun. “Saya, istri dan enam putra saya, masih tidur di bawah langit. Saya berharap bisa mendapatkan tenda hari ini,” katanya.
Kebakaran adalah trauma terbaru bagi banyak pengungsi, yang melarikan diri dari rumah mereka di Myanmar barat ketika militer di sana melancarkan serangan terhadap pemberontak Rohingya pada 2017.
Bangladesh telah mencoba untuk memindahkan 100 ribu etnis Rohingya ke pulau Teluk Benggala yang rawan banjir, meskipun ada tentangan dari kelompok bantuan dan keengganan banyak orang Rohingya. [ah/au/ft]