Meski masih bersifat menunggu perkembangan politik pasca tewasnya penguasa Libya, Moammar Gaddafi, namun Lukman Mahfoedz, selaku Presiden Direktur Medco Energy Internasional, tetap optimistis bahwa bisnis minyak yang sudah dikembangkannya di Libya akan tetap berjalan baik. Ia juga yakin bahwa peluang kerjasama dengan Libya di berbagai sektor selain minyak, juga masih sangat terbuka bagi Indonesia.
Kepada VOA di Jakarta, Jumat, Lukman Mahfoedz menegaskan, meski saat ini Libya sedang dalam masa transisi namun posisi usahanya dalam bekerjasama dengna pihak Libya akan tetap aman dan tetap berproduksi.
“Kita itu menandatangani kontrak dengan National Oil Company tahun 2005, ini tidak bergantung kepada siapa Presidennya, kita berpendapat the owner oleh semua pemerintahan, aset-aset kita di sana dalam keadaan yang alhamdulillah cukup baik. (Jadi tetap) kita akan meneruskan pekerjaan eksplorasi dan development nya,” ujar Lukman.
Lukman Mahfoedz juga menambahkan saat ini justeru kegiatan kerjasama dengan Libya sedang aktif dalam upaya meningkatkan produksi minyak.
Lukman menambahkan, “Kita alhamudulillah sukses mendapatkan kira-kira rasio kita itu 90 persen, dari 20 sumur yang dibor di sana 18 itu berhasil dan mudah-mudahan tahun 2014-2015 sudah selesai sehingga tahap pertama produksi itu bisa terpenuhi, kontraknya 30 tahun 2005 sampai 2035.”
Medco Energi Internasional yang sudah merupakan perusahaan publik sempat menghentikan operasionalnya sejak Maret hingga pertengahan September 2011 akibat semakin memanasnya situasi di Libya dan aktif kembali pada 21 September.
Target dari kerjasama tersebut dapat menghasilkan minyak sebesar 50 ribu barrel per hari dengan asumsi harga 80 dollar Amerika per barrel. Meksi demikian diakui Lukman Mahfoedz sampai saat ini pihaknya belum dapat menentukan negara-negara yang nantinya menjadi tujuan ekspor dari hasil minyak yang didapat.
Ia menjelaskan sejak ditandatangani kerjasama sampai saat ini masing-masing pihak yaitu Medco Enegeri sudah menanam investasi sebesar 200 juta dolar Amerika dan National Oil Company Libya sebesar 200 juta dollar Amerika. Ia juga menambahkan seharusnya pemerintah Indonesia aktif melakukan pendekatan dengan Libya karena negara tersebut memiliki potensi ekonomi cukup besar sehingga Indonesia memiliki peluang melakukan kerjasama di berbagai sektor.
“Libya ini mempunyai potensi yang penting dan strategis kedepannya, karena mereka mempunyai minyak jadi revenue yang didapat dari minyak itu sangat potensial dipakai untuk pembangunan negara dan itu memerlukan kontractor, pembangunan jalan, infrastructure, telecommunication dan lain sebagainya, itu kan (pemerintah) Indonesia bisa memanfaatkan.”
Hal senada juga disampaikan pengamat Timur Tengah dari The Indonesian Society for Midle East, Smith Alhadar. Ia berpendapat sikap netral yang ditunjukkan Indonesia terhadap Libya dapat membuat posisi Indonesia berpeluang besar melakukan berbagai kerjasama dengan Libya.
“Sehingga Indonesia dalam hal ini bisa ikut serta di dalamnya, apalagi kalau Indonesia bisa mengirimkan peacekeeping forces nanti kalau diperlukan di Libya untuk kita ikut berkontribusi bagi perdamaian di Libya dan terbentuknya sebuah pemerintahan baru di Libya yang demokratis, menghormati hak-hak asasi manusia disampaing kita mempunyai peluang dagang yang cukup besar, kita memerlukan Libya soalnya, saya melihat dari segi minyak,” demikian menurut Smith Alhadar.