Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit investigatif pada tahun 2011 terkait dana otonomi khusus (otsus) di Papua dan Papua Barat. Hasilnya, BPK menemukan 218 kasus penyimpangan yang menyebabkan kerugian daerah. Nilainya menurut Wakil Ketua BPK Hasan Basri mencapai lebih dari 281 milliar rupiah.
Penyimpangan dana otonomi khusus terjadi di antaranya akibat lemahnya administrasi, pemborosan dan ketidakefektifan penggunaan anggaran. Meski demikian BPK belum menyimpulkan ada kejahatan tindak pidana korupsi dalam penyimpangan dana otsus tersebut.
"Antara lain misalnya pemahalan atau mark up dalam pengadaan tenaga listrik, tenaga surya. Kemudian diprovinsi Papua juga terdapat indikasi kelebihan pembayaran atas pembayaran detail engineering desain, PLTA Sungai Urumuka dan diantaranya ada yang diduga fiktif sekitar 9,67 milliar," demikian pemaparan wakil ketua BPK Hasan Basri.
Peneliti Papua dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Adriana Elisabeth mengatakan saat ini memang sumber daya manusia di Papua masih lemah tetapi hal itu menurut Adriana tidak dapat dijadikan alasan atas terjadinya penyimpangan anggaran dana otsus. "Bahwa fakta sumber daya manusianya masih lemah iya. Tetapi penyimpangan itu tidak bisa ditolerir sebetulnya," ungkap Adriana Elisabeth.
"Karena otoritas itukan sudah diberikan penuh kepada pemerintah Papua untuk bisa mengelola daerah itu sesuai dengan Undang-undang, yang diberikan kemudian dengan gelontoran dana yang sangat besar. Jadi kalau itu salah satu kelemahan memang tetapi tetap saja tindakannya itu sendiri, penyalagunaan itu sendiri harus diberi hukuman juga, tidak bisa dimaklumi, itu menurut saya," tambah peniliti Papua dari LIPI tersebut.
Tokoh Masyarakat Papua, Peter Neles Tebay menyatakan penyimpangan dana otonomi khusus ini menyebabkan pembangunan di Papua hingga saat ini belum dapat dirasakan secara maksimal oleh masyarakat.
Menurut Peter, 70 persen masyarakat Papua hidup dibawah garis kemiskinan. Untuk itu, dia berharap hal ini dapat segera diatasi.
"Pendidikan misalnya banyak tempat gedung sudah rusak, buku-buku pelajaran tidak ada, guru juga jumlah juga sedikit. Faktor kesehatan, jadi banyak di kampung-kampung itu gara-gara diare orang bisa meninggal cepat, banyak ratusan orang dalam satu, dua minggu," demikian kata Peter Neles Tebay.
Sesuai data Kementerian Keuangan diketahui dana otonomi khusus yang disalurkan ke Papua mencapai Rp 28,84 Trilliun. Tahun lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan audit khusus bagi penggunaan dana otonomi khusus Papua karena ditemukan penyelewengan sebesar lebih dari 1,8 trilliun rupiah.