Pelancong Eropa mengharapkan musim panas di belahan bumi utara tahun ini tidak mengalami hambatan pergerakan dan sebagian besar akan bebas dari restriksi perjalanan. Tetapi negara-negara di bagian selatan Eropa kini bergegas memberlakukan kembali pembatasan terkait pandemi di tengah-tengah meningkatnya kasus virus corona varian Delta yang mengkhawatirkan. Virus dengan varian yang jauh lebih mudah menular tersebut pertama kali dideteksi di India.
Spanyol, Portugal, Yunani, Siprus dan Malta termasuk di antara negara-negara pertama yang mulai dibuka kembali awal tahun ini. Tetapi mereka kini memperketat pembatasan masuk terhadap para pelancong yang belum mendapat vaksinasi penuh dari vaksin-vaksin yang paling banyak digunakan, Pfizer dan AstraZeneca.
Perancis dan Jerman memperingatkan warga mereka agar tidak berlibur di Spanyol dan Portugal. Jerman telah menambahkan Siprus dalam daftar “negara-negara yang mengkhawatirkan.” Warga Jerman yang belum divaksinasi yang mengunjungi Siprus akan diharuskan melakukan isolasi mandiri sewaktu pulang ke rumah.
Langkah sedikit demi sedikit yang diambil pemerintah negara-negara tersebut mencerminkan apa yang terungkap tahun lalu, sewaktu pemerintah itu menghindari imbauan Brussels agar bertindak secara kolektif dan ini menjadi ujian bagi perjanjian Schengen mengenai pengaturan kebebasan melakukan pergerakan.
Pembatasan yang diumumkan mendadak itu juga menambah kesulitan bagi industri penerbangan, pariwisata dan perhotelan Eropa. Mereka telah berharap bisnis kembali menguat dalam beberapa bulan mendatang, cukup kuat untuk mulai memperbaiki kerusakan ekonomi yang telah ditimbulkan pandemi terhadap bisnis mereka.
Mereka khawatir peraturan pembatasan yang terus berubah, yang melemahkan permintaan, menjadi malapetaka bagi biro perjalanan dan hotel yang telah berhasil bertahan dan mempertahankan bisnis mereka.
Tetapi pemerintah negara-negara Eropa itu sepertinya tidak jera membuat keputusan untuk mengetatkan peraturan tidak lama setelah memutuskan untuk melonggarkan peraturan dan mendorong orang melakukan perjalanan.
“Kita semua ingin berlibur tetapi perlindungan kesehatan sangatlah penting,” kata Menteri Luar Negeri Perancis Jean-Yves Le Drian dalam konferensi pers di Madrid hari Jumat. Para pejabat Perancis, seperti juga mitra-mitra mereka di negara-negara tetangga, khawatir akan gelombang varian Delta meskipun jumlah infeksi di banyak tempat di benua Eropa sekarang ini terhitung rendah. Mereka khawatir akan terjadi lonjakan besar jumlah kasus seperti yang dialami Inggris dalam beberapa pekan ini.
Kasus infeksi meningkat
“Varian ini berbahaya dan cepat, dan di mana virus itu ada, virus ini dapat merusak musim panas,” kata Gabriel Attal, juru bicara pemerintah Perancis kepada pers hari Jumat. Infeksi di Paris bertambah menjadi hampir dua kali lipat dalam sepekan.
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC) telah mengeluarkan serangkaian peringatan, yang menyatakan varian Delta 60 persen lebih mudah menular daripada varian-varian lainnya. “Berdasarkan bukti ilmiah yang tersedia, varian Delta lebih mudah menular daripada varian-varian lainnya yang beredar, dan kami perkirakan bahwa pada akhir Agustus, ini akan mewakili 90 persen dari virus awal COVID-19 yang beredar di Uni Eropa,” kata Direktur ECDC Andrea Ammon dalam suatu pernyataan baru-baru ini.
Yang dikhawatirkan adalah varian Delta dapat menyebar cepat di kalangan warga yang belum divaksinasi. Menurut ECDC, sekitar 40 persen populasi dewasa di negara-negara Uni Eropa belum divaksinasi penuh. Menurut otoritas kesehatan nasional, varian Delta telah didapati pada separuh lebih dari kasus baru di Jerman, Belanda dan Belgia.
Otoritas kesehatan Italia telah melaporkan sedikit kenaikan dalam kasus baru yang dikukuhkan. Kementerian Kesehatan Italia menyatakan varian Delta menginfeksi sekitar sepertiga kasus baru. “Setelah penurunan selama 15 pekan berturut-turut, ada kenaikan 5 persen kasus baru dibandingkan dengan pekan sebelumnya,” kata Dr. Nino Cartabellotta dari Fondazione GIMBE, lembaga kajian medis independen.
Dalam laporan pemantauan yang dilansir hari Jumat pekan lalu, Cartabellotta menekankan bahwa jumlah tes COVID yang dilakukan “terlalu sedikit,” sehingga ia menduga ini menyebabkan “kasus-kasus baru dihitung lebih rendah daripada yang sebenarnya.” Kementerian kesehatan melaporkan 1.390 kasus baru virus corona hari Jumat.
Brussels dan ECDC mendesak pemerintah negara-negara Eropa untuk menuntaskan program vaksinasi mereka. Hari Sabtu, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan Uni Eropa telah memberikan cukup banyak vaksin COVID untuk 70 persen populasi dewasa blok tersebut. Tetapi, katanya, karena varian Delta kini menyebabkan lebih dari 40 persen kasus baru di Perancis, 70 persen di Portugal, dan lebih dari 30 persen di Spanyol, tidak ada ruang untuk berpuas diri. “COVID-19 belum dikalahkan. Tetapi kami siap untuk terus memasok vaksin,” kata Von der Leyen dalam sebuah pernyataan video.
Pekan lalu, Lithuania mengumumkan pemberlakuan kembali pembatasan kedatangan dari luar negeri. Mereka yang datang dari negara-negara yang dianggap “berisiko tinggi,” Uni Eropa, atau yang lainnya, kini harus mengikuti serangkaian prosedur tes dan karantina. Slowakia juga memperketat aturan masuk, tidak berdasarkan pada risiko virus corona suatu negara, tetapi pada apakah pengunjung telah divaksinasi atau belum.
Belgia pekan ini berencana mengumumkan peraturan baru terkait kedatangan dari Portugal. Peraturan itu akan mencakup tes, dan karantina 10 hari bagi mereka yang belum divaksinasi.
Selain Portugal, Eropa Utara semakin terfokus pada Spanyol, yang termasuk di antara negara pertama di Eropa yang membuka diri lagi bagi wisatawan pada awal tahun ini. Tingkat kasus dua mingguan di negara itu telah membubung menjadi 215 kasus per 100 ribu orang. Sebagai tanggapan, pihak berwenang di kawasan bagian timur laut, Catalonia, memerintahkan kelab-kelab malam dan disko untuk tutup kembali, beberapa pekan setelah diizinkan untuk memulai bisnis mereka kembali. [uh/ab]