Tautan-tautan Akses

Peringati Serangan Teror 9/11, Demonstran Hong Kong Batalkan Unjuk Rasa


Para penggemar sepak bola menunjukkan poster-poster mendukung demonstran anti pemerintah dalam laga kualifikasi Piala Dunia antara Hong Kong dan Iran di Stadion Hong Kong, China, 10 September 2019. (Foto: Reuters)
Para penggemar sepak bola menunjukkan poster-poster mendukung demonstran anti pemerintah dalam laga kualifikasi Piala Dunia antara Hong Kong dan Iran di Stadion Hong Kong, China, 10 September 2019. (Foto: Reuters)

Aktivis pro-demokrasi Hong Kong membatalkan unjuk rasa pada Rabu (11/9) untuk mengenang serangan teror 11 September 2001 terhadap Amerika Serikat, Reuters melaporkan.

Mereka juga mengecam koran pemerintah China yang menyebut bahwa para aktivis akan melancarkan “teror besar” terhadap kota yang diperintah oleh China itu.

Sudah berbulan-bulan Hong Kong diguncang unjuk rasa, yang kadang diwarnai kekerasan. Unjuk rasa itu dipicu oleh kemarahan terhadap rancangan undang-undang yang memungkinan warga Hong Kong diekstradisi ke China daratan untuk menjalani persidangan. Namun, tuntutan meluas menjadi seruan untuk demokrasi dan menuntut para penguasa Partai Komunis di Beijing untuk stop mengusik kota itu.

“Pendukung fanatik anti-pemerintah merencanakan serangan teror besar, termasuk meledakkan pipa-pipa gas, di Hong Kong, pada 11 September,” kata edisi Hong Kong, koran China Daily, yang diunggah di lama Facebooknya. Berita itu disertai dengan foto serangan terhadap menara kembar di New York.

“Plot teror 9/11 juga mendorong serangan acak terhadap orang-orang yang bukan penutur asli bahasa Kanton dan memulai kebakaran.”

Koran itu mengatakan “informasi yang dibocorkan adalah bagian dari strategi yang direncanakan para pengunjuk rasa radikal di ruang percakapan online.”

Hong Kong, bekas koloni Inggris itu, dikembalikan kepada China pada 1997 dan diberlakukan sistem “Satu negara, dua sistem”. Formula itu menjamin warga Hong Kong menikmati kebebasan yang tidak didapat oleh warga China daratan, termasuk sistem hukum independen. Hal itu memicu kemarahan terhadap RUU Ekstradisi.

China membantah ikut campur dan menuduh Amerika Serikat, Inggris, dan negara lain yang menggerakkan unjuk rasa.

“Kami bahkan tidak perlu melakukan pengecekan fakta untuk tahu bahwa itu adalah berita palsu,” kata Michael, seorang pengunjuk rasa berusia 24 tahun, merujuk pada artikel China Daily.

“Media pemerintah tidak peduli dengan kredibilitasnya. Apa saja yang mereka klaim bahwa mereka mendengarnya di WhatsApp atau dari temannya teman, mereka akan segera menyebarkannya.”

Para pengunjuk rasa membatalkan rencana unjuk rasa pada Rabu (11/9).

“Sebagai solidaritas melawan terorisme, semua bentuk unjuk rasa di Hong Kong akan dihentikan pada 11 September, kecuali potensi nyanyian dan yel-yel,” kata mereka dalam pernyataannya.

Laporan China Daily mengkhawatirkan, kata seorang pengunjuk rasa lainnya, Karen, 23 tahun

“Ketika mereka mencoba membingkai seluruh unjuk rasa dengan kata-kata tersebut, hal itu membuat saya waspada,” kata Karen. “Mereka sedang memprediksi bukan melaporkan. Menurut saya, pembatalan hari ini adalah langkah yang bagus.” [ft]

XS
SM
MD
LG