DAKAR —
Dalam laporan yang diterbitkan hari Rabu, Pusat Penelitian Analisis Kebijakan Dunia, pusat data di Universitas California yang meneliti kebijakan sosial dan ekonomi global, menyebutkan, walaupun banyak negara di dunia telah membuat “kemajuan hebat”, dalam hal perbaikan kehidupan anak-anak, upaya itu tidak memadai.
Jody Heymann adalah pendiri dan Direktur Pusat Analisis Kebijakan Dunia dan sekaligus penyusun laporan itu. Ia dan sebuah tim peneliti meluangkan waktu tujuh tahun menganalisis data dari 193 negara di dunia.
Heyman mengatakan, banyak negara telah membuat kemajuan besar dalam memperbaiki kesejahteraan anak-anak, namun sekarang upaya itu tidak boleh ditujukan semata-mata untuk kelangsungan hidup anak-anak, tetapi juga harus memperhitungkan perkembangan dan pertumbuhan mereka.
“Tidak ada tujuan yang lebih mendasar selain dari kelangsungan hidup anak. Tetapi, bagi kebanyakan dari kita, dalam keluarga, masyarakat, wilayah tempat tinggal, kelangsungan hidup anak saja kurang memadai. Jadi apa tujuan yang sesungguhnya? Menurut saya, kesempatan setara pada perkembangan kesehatan selama masa kanak-kanak yang diikuti dengan kesempatan setara untuk menjalani sepenuhnya masa dewasa yang produktif,” paparnya.
Heymann mengatakan, ini termasuk hal-hal seperti menyediakan pendidikan yang terjangkau dan bermutu bagi semua anak usia sekolah, memberlakukan undang-undang anti-perburuhan anak, menjalankan kebijakan-kebijakan yang memungkinkan orang tua menyediakan yang terbaik bagi anak-anak mereka, dan mendorong kesetaraan hak setara serta kebijakan-kebijakan anti-diskriminasi, khususnya bagi anak-anak perempuan dan anak-anak penyandang cacat.
Ia mengatakan, dalam hal melaksanakan dan menyusun kebijakan-kebijakan seperti itu, tindakan pemerintah bisa membawa hasil. Contohnya adalah pendidikan.
Heymann mengatakan tekad yang sama sekarang juga harus dilakukan untuk pendidikan tingkat menengah.
Di Sub-Sahara Afrika, lebih dari 60 persen negara masih meminta bayaran untuk pendidikan tingkat menengah. Ini mengakibatkan banyak siswa, khususnya yang miskin, tidak mampu melanjutkan sekolah setelah selesai pendidikan dasar (Jennifer Lazuta).
Jody Heymann adalah pendiri dan Direktur Pusat Analisis Kebijakan Dunia dan sekaligus penyusun laporan itu. Ia dan sebuah tim peneliti meluangkan waktu tujuh tahun menganalisis data dari 193 negara di dunia.
Heyman mengatakan, banyak negara telah membuat kemajuan besar dalam memperbaiki kesejahteraan anak-anak, namun sekarang upaya itu tidak boleh ditujukan semata-mata untuk kelangsungan hidup anak-anak, tetapi juga harus memperhitungkan perkembangan dan pertumbuhan mereka.
“Tidak ada tujuan yang lebih mendasar selain dari kelangsungan hidup anak. Tetapi, bagi kebanyakan dari kita, dalam keluarga, masyarakat, wilayah tempat tinggal, kelangsungan hidup anak saja kurang memadai. Jadi apa tujuan yang sesungguhnya? Menurut saya, kesempatan setara pada perkembangan kesehatan selama masa kanak-kanak yang diikuti dengan kesempatan setara untuk menjalani sepenuhnya masa dewasa yang produktif,” paparnya.
Heymann mengatakan, ini termasuk hal-hal seperti menyediakan pendidikan yang terjangkau dan bermutu bagi semua anak usia sekolah, memberlakukan undang-undang anti-perburuhan anak, menjalankan kebijakan-kebijakan yang memungkinkan orang tua menyediakan yang terbaik bagi anak-anak mereka, dan mendorong kesetaraan hak setara serta kebijakan-kebijakan anti-diskriminasi, khususnya bagi anak-anak perempuan dan anak-anak penyandang cacat.
Ia mengatakan, dalam hal melaksanakan dan menyusun kebijakan-kebijakan seperti itu, tindakan pemerintah bisa membawa hasil. Contohnya adalah pendidikan.
Heymann mengatakan tekad yang sama sekarang juga harus dilakukan untuk pendidikan tingkat menengah.
Di Sub-Sahara Afrika, lebih dari 60 persen negara masih meminta bayaran untuk pendidikan tingkat menengah. Ini mengakibatkan banyak siswa, khususnya yang miskin, tidak mampu melanjutkan sekolah setelah selesai pendidikan dasar (Jennifer Lazuta).