JAKARTA —
Video yang dikecam ini memperlihatkan beberapa tersangka teroris – menggeliat di tanah dengan kedua tangan terborgol di belakang punggung – dicaci-maki dan disiksa secara fisik oleh anggota detasemen khusus kontra-terorisme
Densus 88.
Menanggapi kebrutalan dalam video itu, beberapa organisasi Islam paling berpengaruh di Indonesia telah mendesak agar satuan anti-teror itu dibubarkan.
Petikan video itu diduga diambil di Poso – Sulawesi Tengah, yang juga menjadi lokasi operasi anti-teroris yang memicu kecaman keras dari KOMNAS HAM.
Ini bukan pertama kalinya Densus 88 dituduh melakukan strategi-strategi mudah melepaskan tembakan, pelanggaran HAM dan pembunuhan di luar hukum.
Haris Azhar – koordinator KONTRAS – organisasi HAM yang telah menyelidiki dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Densus 88 di Poso, Maluku dan Sumatera. Ia mengatakan satuan polisi kontra-terorisme itu perlu menjawab banyak hal.
“Densus 88 telah melakukan banyak penyiksaan, pembunuhan di luar hukum dan juga pelecehan sewenang-wenang. Menurut saya – hampir dalam 10 tahun terakhir ini,” papar Haris.
Menolak desakan untuk membubarkan Densus 88 – yang sebagian didanai dan dilatih oleh Amerika dan Australia – pihak kepolisian menanggapi gelombang kecaman itu dengan berjanji untuk menyelidiki dugaan pelanggaran tersebut.
Yang kurang mendapat perhatian adalah video yang berisi penganiayaan oleh Densus 88 itu bukan hal baru dan telah beredar sejak tahun 2007.
Merujuk tindakan Densus 88 yang memicu pertanyaan-pertanyaan itu, analis terorisme International Crisis Group – Sidney Jones – mengatakan desakan baru-baru ini bukan sekedar hal spontan. Ia menambahkan desakan sesungguhnya untuk membubarkan Densus 88 datang dari para Muslim fundamentalis.
“Saya kira ini merupakan kampanye sistematis. Sangat jelas ada kampanye sistematis yang dipimpin oleh beberapa organisasi yang lebih radikal, yang melihat hal ini sebagai cara efektif untuk melemahkan program kontra-terorisme pemerintah Indonesia,” kata Sidney Jones.
Sidney Jones secara berkala memantau situs-situs radikal yang ada dan mengatakan kelompok-kelompok semacam ini telah berupaya mempengaruhi organisasi-organisasi Muslim utama untuk mendukung kampanye mereka selama lebih dari satu tahun.
Densus 88 dibentuk tahun 2003 setelah ledakan bom di Bali yang menewaskan 202 orang – termasuk banyak warga negara asing.
Meskipun Densus 88 telah dipuji karena upayanya melemahkan jaringan teror di Indonesia, muncul pula kecaman atas rekam-jejak HAM yang buruk satuan tersebut.
Pemerintah Indonesia mengatakan berencana untuk membentuk komite kerja guna memantau kinerja Densus 88 di masa depan.
Densus 88.
Menanggapi kebrutalan dalam video itu, beberapa organisasi Islam paling berpengaruh di Indonesia telah mendesak agar satuan anti-teror itu dibubarkan.
Petikan video itu diduga diambil di Poso – Sulawesi Tengah, yang juga menjadi lokasi operasi anti-teroris yang memicu kecaman keras dari KOMNAS HAM.
Ini bukan pertama kalinya Densus 88 dituduh melakukan strategi-strategi mudah melepaskan tembakan, pelanggaran HAM dan pembunuhan di luar hukum.
Haris Azhar – koordinator KONTRAS – organisasi HAM yang telah menyelidiki dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Densus 88 di Poso, Maluku dan Sumatera. Ia mengatakan satuan polisi kontra-terorisme itu perlu menjawab banyak hal.
“Densus 88 telah melakukan banyak penyiksaan, pembunuhan di luar hukum dan juga pelecehan sewenang-wenang. Menurut saya – hampir dalam 10 tahun terakhir ini,” papar Haris.
Menolak desakan untuk membubarkan Densus 88 – yang sebagian didanai dan dilatih oleh Amerika dan Australia – pihak kepolisian menanggapi gelombang kecaman itu dengan berjanji untuk menyelidiki dugaan pelanggaran tersebut.
Yang kurang mendapat perhatian adalah video yang berisi penganiayaan oleh Densus 88 itu bukan hal baru dan telah beredar sejak tahun 2007.
Merujuk tindakan Densus 88 yang memicu pertanyaan-pertanyaan itu, analis terorisme International Crisis Group – Sidney Jones – mengatakan desakan baru-baru ini bukan sekedar hal spontan. Ia menambahkan desakan sesungguhnya untuk membubarkan Densus 88 datang dari para Muslim fundamentalis.
“Saya kira ini merupakan kampanye sistematis. Sangat jelas ada kampanye sistematis yang dipimpin oleh beberapa organisasi yang lebih radikal, yang melihat hal ini sebagai cara efektif untuk melemahkan program kontra-terorisme pemerintah Indonesia,” kata Sidney Jones.
Sidney Jones secara berkala memantau situs-situs radikal yang ada dan mengatakan kelompok-kelompok semacam ini telah berupaya mempengaruhi organisasi-organisasi Muslim utama untuk mendukung kampanye mereka selama lebih dari satu tahun.
Densus 88 dibentuk tahun 2003 setelah ledakan bom di Bali yang menewaskan 202 orang – termasuk banyak warga negara asing.
Meskipun Densus 88 telah dipuji karena upayanya melemahkan jaringan teror di Indonesia, muncul pula kecaman atas rekam-jejak HAM yang buruk satuan tersebut.
Pemerintah Indonesia mengatakan berencana untuk membentuk komite kerja guna memantau kinerja Densus 88 di masa depan.