Undang-undang (UU) Keadaan Darurat yang diberlakukan di Lebanon bisa dimanfaatkan untuk menumpas protes dan membatasi kerja wartawan. Selain itu, menurut kelompok wartawan dan hak-hak sipil, UU baru itu, memformalkan kebijakan yang sudah berlangsung lama berupa penumpasan pembangkangan.
Langkah itu yang diloloskan ketika berlangsung pertemuan kabinet darurat dengan Presiden Michel Aoun menyusul ledakan besar pada 4 Agustus di pelabuhan Beirut. UU ini memungkinkan militer melarang orang berkumpul, memberlakukan jam malam, sensor terhadap media yang dianggap ancaman terhadap keamanan nasional, serta mengadili warga sipil di pengadilan militer.
Berdasarkan data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Gubernur Beirut Marwan Abboud, ledakan pada 4 Agustus itu menewaskan hampir 200 orang, mencederai ribuan, serta mengakibatkan 300 ribu penduduk kehilangan tempat tinggal.
“Berdasarkan hukum keadaan darurat ini, mereka bisa mencampuri urusan media,” kata Kareem Chehayeb, seorang reporter di Beirut untuk The Public Source, sebuah media investigatif independen yang meliput isu-isu sosial ekonomi dan lingkungan di Lebanon.
Pihak berwenang sejauh ini belum menggunakan kekuasaan baru ini terhadap media, tetapi Chehayeb dan lainnya mengatakan, UU ini sudah punya dampak menyebar ketakutan. [jm/pp]