Pertamina sedang mempertimbangkan kemungkinan berinvestasi pada kilang minyak di luar negeri untuk pertama kalinya, guna memenuhi permintaan domestik yang meningkat, Dirut Pertamina mengatakan kepada Reuters.
Langkah ini didorong oleh minimnya minat dari investor dalam membangun kilang minyak di dalam negeri, akibat iklim investasi yang tidak mendukung saat ini. Aset di luar negeri juga menjadi lebih terjangkau setelah patokan harga minyak merosot 50 persen dari puncaknya tahun lalu, memangkas valuasi.
"Kami mungkin akan mengakuisisi kilang minyak di luar negeri, tapi (produksinya) akan didekasikan kepada kami," ujar Dirut Pertamina Dwi Soetjipto dalam wawancara, Rabu. "Kami akan mencari kesempatan sekarang karena banyak (kilang) telah ditawarkan untuk akuisisi."
Selama bertahun-tahun, produksi bahan bakar di Indonesia telah menurun akibat kurangnya investasi pada sektor kilang. Kilang terbaru dibangun pada 1994. Dengan biaya operasional yang tinggi pada fasilitas-fasilitas yang tua, harga minyak impor menjadi lebih murah dibanding bahan bakar yang diproduksi di dalam negeri.
Untuk mengatasinya, Indonesia yang mantan anggota OPEC menandatangani persetujuan dengan perusahaan-perusahaan energi global untuk memperbarui kilang-kilangnya dan membangun fasilitas baru, dengan harapan
Kebutuhan bahan bakar Indonesia meningkat 5 persen per tahun dari sekitar 1,6 juta barel per hari, yang dipenuhi separuhnya oleh Pertamina dari enam kilang domestik.
Seoetjipto menolak berkomentar mengenai anggaran investasi pembangunan kilang minyak di luar negeri. Ia mengatakan Pertamina juga menelusuri kemungkinan menjadi pemegang saham pada kilang yang sudah ada.
"Kami tidak harus menjadi pemegang saham mayoritas. Tergantung pada seberapa banyak (bahan bakar) yang dapat kami peroleh," katanya.
Merosotnya harga minyak memang menjadikan aset luar negeri lebih murah, tapi juga membuat keuntungan Pertamina menyusut hingga setengahnya. Perusahaan ini menargetkan keuntungannya pada 2015 mencapai sedikit lebih tinggi dari $1,5 miliar yang diperolehnya pada 2014, ujar Soetjipto, yang menduduki jabatannya sejak November.
Langkah pemerintah untuk membebankan subsidi bahan bakarnya pada Pertamina juga telah mengurangi kapasitasnya untuk berinvestasi, kata Soetjipto. Di bulan Januari dan Februari, perusahaan ini menderita kerugian $72,5 juta dengan harga jual BBM yang ditetapkan oleh pemerintah, yang berada di bawah tingkatan harga yang diminta Pertamina.
Dengan situasi yang sulit ini, Pertamina memotong rencana investasinya tahun ini dari $7 miliar menjadi $4,5 miliar, kata Soetjipto.
Pertamina juga memantau seksama anak perusahaannya, Petral (PT Pertamina Energy Trading). "Bila mereka tidak dapat mendatangkan nilai lebih, kami akan harus menyingkirkan (Petral)," ujar Soetjipto, yang menambahkan bahwa gaji dewan direksi Petral sudah dipotong hingga setengahnya.