Kunjungan bersejarah Presiden Afghanistan Ashraf Ghani selama dua hari yang berakhir Kamis (6/4) ke Indonesia umumnya terfokus pada hubungan ekonomi antara kedua negara.
Presiden Indonesia Joko Widodo berjanji akan membangun sebuah rumah sakit besar dan sebuah pusat kegiatan Islam di Afghanistan, selain menandatangani sejumlah kesepakatan kerjasama lebih jauh.
Kedua pemimpin juga membahas upaya bersama dalam hal deradikalisasi dan ekstrimisme.
Meski demikian, pertemuan mereka tampaknya tidak membahas nasib hampir 800 pengungsi dan pencari suaka asal Afghanistan yang saat ini berada di Indonesia.
Warga Afghanistan,khususnya dari etnik Hazara, kelompok tertindas yang diduga merupakan salah satu keturunan Mongolia atau Asia Tengah, saat ini hampir mencapai setengah jumlah pengungsi dan pencari suaka yang berada di Indonesia.
Banyak di antara mereka awalnya berharap bisa melanjutkan perjalanan ke Australia. Namun, sejak, negara itu menutup perbatasan maritimnya pada 2014, kelompok-kelompok besar etnik Hazara terkonsentrasi di Jawa Barat dan Sumatra.
Beberapa hari sebelum tiba di Indonesia, Presiden Ghani disambut sejumlah protes besar di Canberra, Australia. Protes semacam itu tidak terjadi di Jakarta. Beberapa pengungsi Afghanistan dan aktivis kemanusiaan mengaku kecewa karena masalah pengungsi tidak dibahas dalam kunjungan kenegaraan tersebut. [ab/lt]