Di Myanmar, jumlah serangan udara yang dilancarkan oleh tentara dan pemboman serampangan meningkat pesat pada bulan ini. Keadaan tersebut telah memaksa sejumlah orang untuk mengungsi dan kehilangan tempat tinggal mereka, menaikkan jumlah orang telantar di negara tersebut ke rekor tertinggi.
Hingga 2 Mei lalu, setidaknya diperkirakan terdapat 936.700 pengungsi domestik di Myanmar, termasuk 590.100 pengungsi baru sejak 1 Februari 2021, menurut Badan Urusan Pengungsi PBB (UNHCR).
Di Negara Bagian Kayin, seperti banyak daerah etnis lainnya di negara itu, para petani dan keluarga mereka takut untuk kembali ke rumah untuk menanam tanaman musiman, karena pertempuran antara tentara dan pasukan oposisi membuat konflik semakin dekat menyasar para warga sipil.
Ketika pasukan junta menghadapi peningkatan perlawanan oleh pasukan oposisi di lapangan, mereka kini beralih dengan meluncurkan serangan brutal dari udara, menciptakan ketakutan dan kepanikan bagi penduduk desa.
Kelompok-kelompok HAM dan lembaga bantuan lokal dan internasional telah mendokumentasikan serangan junta di berbagai lokasi sipil yang menurut kelompok-tersebut merupakan serangan yang sengaja ditujukan terhadap warga sipil.
Kelompok-kelompok lokal juga menyerukan kecaman yang lebih keras atas serangan udara tentara Myanmar.
Selain pemboman dari udara, peningkatan penggunaan ranjau — oleh semua kelompok bersenjata baik yang mendukung maupun yang menentang junta — juga semakin membatasi akses ke lahan pertanian.
Data pada kuartal pertama tahun ini menunjukkan sebanyak 100 orang telah tewas akibat ranjau darat di seluruh Myanmar. Jumlah tersebut merupakan 35 persen dari total jumlah korban pada tahun lalu, menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB. [lt/pp]