WASHINGTON, DC —
Pada tanggal 28 Agustus 1963 King menyampaikan pidatonya yang terkenal "I Have a Dream" di hadapan lebih dari 250 ribu orang di Washington. Acara itu telah menjadi momen bersejarah di Amerika.
Wartawan VOA Chris Simkins mengulas kembali apa yang merupakan demonstrasi terbesar untuk memperjuangkan kesetaraan hak di Amerika dan dampaknya.
Seperempat juta orang dari seluruh Amerika berkumpul dan berpawai untuk memperjuangkan persamaan hak dan pekerjaan. Demonstrasi itu dilakukan di tengah kerusuhan rasial besar-besaran, ketika Amerika berupaya mengakhiri undang-undang yang telah berlaku sejak lama yang mendiskriminasikan warga Afrika-Amerika.
Pendeta Jesse Jackson mengatakan Martin Luther King memiliki visi yang jelas tentang simbolisme pawai itu. "Mimpinya adalah mengangkat semangat kita, dan itu berhasil menggerakkan kita menuju kebebasan," katanya.
Mereka yang menghadiri pertemuan itu mengatakan suasananya meriah. Banyak sejarawan setuju pawai itu merupakan pernyataan kuat bahwa diskriminasi rasial harus berakhir.
Pendeta Willie Blue mengatakan acara itu melebihi harapannya.
"Untuk pertama kalinya dalam sejarah kita semua bersatu dan berbicara dengan satu suara dan bagi saya itu adalah kejadian paling berpengaruh yang pernah terjadi," kata Blue.
King menggunakan pertemuan itu untuk menyampaikan apa yang menjadi pidatonya yang paling terkenal.
"Saya punya mimpi bahwa semua manusia diciptakan sama," kata Dr. King.
King menyoroti perjuangan warga Afrika-Amerika untuk menghapuskan segregasi dan diskriminasi rasial.
"Saya bermimpi empat anak saya pada suatu hari tinggal di negara di mana mereka tidak akan dinilai oleh warna kulit mereka tetapi oleh karakter mereka," ujar King.
Dick Miles adalah salah seorang diantara banyak warga kulit putih yang menghadiri pawai itu.
"Saya pikir tidak ada seorangpun dari kita yang menduga pidatonya akan se-dramatis yang kita dengar. Pidato itu menyentuh hati semua orang," kata Miles.
Pawai di Washington berakhir dengan King mendesak rakyat Amerika untuk mengutamakan kebebasan.
John Lewis ingat setelah pawai berakhir, pemimpin hak-hak sipil itu bertemu dengan Presiden John Kennedy di Gedung Putih.
“Siang itu Presiden Kennedy mengundang kami ke Gedung Putih. Dia seperti ayah yang bangga yang mengatakan kepada kami satu persatu, ‘apa yang kamu lakukan bagus sekali’, dan ia mengatakan kepada Dr. King ‘kamu memiliki cita-cita,” kenang Lewis.
Sejarawan menilai Pawai di Washington itu sebagai protes damai dan penyemangat yang berhasil mengubah Amerika.
Wartawan VOA Chris Simkins mengulas kembali apa yang merupakan demonstrasi terbesar untuk memperjuangkan kesetaraan hak di Amerika dan dampaknya.
Seperempat juta orang dari seluruh Amerika berkumpul dan berpawai untuk memperjuangkan persamaan hak dan pekerjaan. Demonstrasi itu dilakukan di tengah kerusuhan rasial besar-besaran, ketika Amerika berupaya mengakhiri undang-undang yang telah berlaku sejak lama yang mendiskriminasikan warga Afrika-Amerika.
Pendeta Jesse Jackson mengatakan Martin Luther King memiliki visi yang jelas tentang simbolisme pawai itu. "Mimpinya adalah mengangkat semangat kita, dan itu berhasil menggerakkan kita menuju kebebasan," katanya.
Mereka yang menghadiri pertemuan itu mengatakan suasananya meriah. Banyak sejarawan setuju pawai itu merupakan pernyataan kuat bahwa diskriminasi rasial harus berakhir.
Pendeta Willie Blue mengatakan acara itu melebihi harapannya.
"Untuk pertama kalinya dalam sejarah kita semua bersatu dan berbicara dengan satu suara dan bagi saya itu adalah kejadian paling berpengaruh yang pernah terjadi," kata Blue.
King menggunakan pertemuan itu untuk menyampaikan apa yang menjadi pidatonya yang paling terkenal.
"Saya punya mimpi bahwa semua manusia diciptakan sama," kata Dr. King.
King menyoroti perjuangan warga Afrika-Amerika untuk menghapuskan segregasi dan diskriminasi rasial.
"Saya bermimpi empat anak saya pada suatu hari tinggal di negara di mana mereka tidak akan dinilai oleh warna kulit mereka tetapi oleh karakter mereka," ujar King.
Dick Miles adalah salah seorang diantara banyak warga kulit putih yang menghadiri pawai itu.
"Saya pikir tidak ada seorangpun dari kita yang menduga pidatonya akan se-dramatis yang kita dengar. Pidato itu menyentuh hati semua orang," kata Miles.
Pawai di Washington berakhir dengan King mendesak rakyat Amerika untuk mengutamakan kebebasan.
John Lewis ingat setelah pawai berakhir, pemimpin hak-hak sipil itu bertemu dengan Presiden John Kennedy di Gedung Putih.
“Siang itu Presiden Kennedy mengundang kami ke Gedung Putih. Dia seperti ayah yang bangga yang mengatakan kepada kami satu persatu, ‘apa yang kamu lakukan bagus sekali’, dan ia mengatakan kepada Dr. King ‘kamu memiliki cita-cita,” kenang Lewis.
Sejarawan menilai Pawai di Washington itu sebagai protes damai dan penyemangat yang berhasil mengubah Amerika.