Pemimpin tertinggi Taliban yang tertutup pada hari Rabu (10/4) menolak kompromi apa pun pada pemerintahan Islam garis kerasnya di Afghanistan meskipun ada kritik global yang terus-menerus dan seruan agar dia mengakhiri pembatasan besar-besaran terhadap perempuan.
Hibatullah Akundzada berpidato dan memimpin ribuan jamaah dalam salat Idul Fitri di masjid pusat di kota Kandahar, Afghanistan selatan untuk menandai berakhirnya bulan puasa Ramadan.
“Jika ada yang punya masalah dengan kami, kami terbuka untuk menyelesaikannya, tapi kami tidak akan pernah berkompromi dengan prinsip kami atau Islam. Pada saat yang sama, kami berharap Islam tidak akan diremehkan,” kata Akhundzada dalam pidato berbahasa Pashto yang disiarkan oleh stasiun radio milik pemerintah Afghanistan. “Saya tidak akan mundur satu langkah pun dari hukum Islam.”
Akundzada tampaknya menanggapi kritik yang terus-menerus dari PBB dan negara-negara Barat mengenai interpretasi ketat Taliban terhadap Islam yang digunakan untuk memerintah Afghanistan yang miskin, termasuk hukuman cambuk dan rajam terhadap perempuan karena melakukan perzinahan.
“Saya melaksanakan Hudud Tuhan. Mereka menolak peraturan tersebut dan mengatakan bahwa rajam dan potong tangan di depan umum melanggar hukum dan hak asasi manusia. Anda mengharapkan kami untuk mengikuti hukum Anda sambil memaksakannya pada kami,” kata Akhundzada. “Islam adalah agama ketuhanan yang patut dihormati, namun Anda malah menghinanya,” imbuhnya.
Menurut agama Islam, Hudud adalah seperangkat hukum dan hukuman yang ditentukan oleh Tuhan dalam Al-Qur'an.
Pemimpin Taliban itu telah menghentikan pendidikan anak perempuan di Afghanistan setelah kelas enam dan melarang perempuan bekerja di pemerintahan dan swasta, termasuk PBB dan organisasi-organisasi bantuan lainnya. Perempuan juga dilarang mengunjungi tempat-tempat umum seperti taman, gym, dan pemandian.
Akhundzada membela keputusannya dengan mengatakan bahwa keputusan tersebut sejalan dengan budaya Afghanistan dan Islam. [lt/my]
Forum