Sementara Presiden Donald Trump bersiap-siap untuk melawat ke Asia selama 10 hari, perlawatan pertamanya ke kawasan itu sejak memangku jabatan, salah seorang pemimpin kawasan itu membawa ke Washington pekan lalu pandangan yang kemungkinan mewakili pandangan bukan hanya pemerintahannya.
Lee Hsien Loong, putra sulung Lee Kuan Yew, perdana menteri yang mendirikan Singapura, dan pengambilalih jabatan yang dipegang ayahnya selama puluhan tahun, mengatakan kepada hadirin di ibukota Amerika bahwa keadaan geo-strategi Asia-Pasiifik bergantung bukan hanya pada dinamika internal, tetapi juga maksud dan tindakan Amerika.
Dalam upacara di Gedung Putih, Lee mengatakan kepada Trump bahwa Singapura, “seperti banyak negara lain, mengamati hubungan Amerika-China dengan sangat seksama.”
Trump berangkat ke kawasan itu tanggal 3 November.
Lee, perdana menteri Singapura sejak tahun 2004, menyinggung tentang persaingan geopolitik antara Amerika dan China dalam ceramahnya kepada Dewan Hubungan Luar-Negeri, satu organisasi penelitian dan pemikir atau think tank di Washington.
Ia menekankan pentingnya Amerika memelihara kehadiran strategis dimana kehadiran demikian diperlukan.
Lee, yang lancar berbahasa Inggris, China Mandarin, dan Melayu – tiga dari empat Bahasa resmi Singapura – sering berkunjung ke Washington dan juga kadang-kadang ke Beijing, dimana ia berada baru bulan lalu.
Lee mengatakan para pejabat China memandang pemerintahan Amerika yang sekarang menunjukkan pengutamaan pada hasil, keuntungan, bukan hanya omongan kosong. Namun, dalam pada itu, Lee mengamati bahwa China tidak cukup memahami pemerintahan Trump atau kebijakan luar negerinya. [gp]