Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan telah menuduh demonstran anti-pemerintah berjalan "bergandengan tangan dengan terorisme," sementara dia menyalahkan "unsur-unsur ekstremis" sebagai pelaku kerusuhan tiga hari yang paling keras dalam beberapa tahun ini.
Komentarnya muncul Senin saat Ikatan Dokter Turki mengatakan seorang pria Turki berusia 20 tahun tewas ketika kendaraan menabrak kerumunan demonstran Minggu malam. Itu adalah kematian pertama yang diketahui terkait demonstrasi tersebut.
Berbicara kepada wartawan sebelum berangkat untuk rencana lawatan empat hari ke Afrika Utara, Erdogan mengesampingkan protes itu sebagai ulah kaum sekuler yang tidak bisa menerima mandat partai Islam AKP yang dipimpinnya, yang telah memenangkan tiga pemilu berturut-turut.
Dia menolak perbandingan dengan pemberontakan Arab, mengatakan dalam komentar yang disiarkan televisi bahwa para pengunjuk rasa itu tidak mendapat dukungan dari populasi umum dan tidak memberi indikasi bahwa dia siap untuk berkompromi.
Kelompok-kelompok HAM mengatakan ratusan personel keamanan dan pengunjuk rasa telah cedera sejak bentrokan hari Jumat antara demonstran yang melemparkan batu melawan polisi anti huru hara yang menembakkan gas air mata dan meriam air.
Polisi di Istanbul dan Ankara menggunakan gas air mata lagi Senin pagi untuk membubarkan para demonstran, beberapa di antaranya telah berbaris ke kantor Erdogan.
Berbeda dengan komentar Erdogan, Presiden Abdullah Gul menyerukan ketenangan pada hari Senin dan membela hak warga negara untuk melakukan protes.
Sementara, Menteri Luar Negeri John Kerry hari Senin (3/6) menyatakan keprihatinan mengenai berbagai laporan penggunaan kekerasan berlebihan oleh polisi dan mendesak pemerintah Turki untuk menegakkan kebebasan berekspresi dan menahan diri. Dia juga mendesak demonstran untuk “menghindar dari segala bentuk kekerasan yang provokatif.”
Komentarnya muncul Senin saat Ikatan Dokter Turki mengatakan seorang pria Turki berusia 20 tahun tewas ketika kendaraan menabrak kerumunan demonstran Minggu malam. Itu adalah kematian pertama yang diketahui terkait demonstrasi tersebut.
Berbicara kepada wartawan sebelum berangkat untuk rencana lawatan empat hari ke Afrika Utara, Erdogan mengesampingkan protes itu sebagai ulah kaum sekuler yang tidak bisa menerima mandat partai Islam AKP yang dipimpinnya, yang telah memenangkan tiga pemilu berturut-turut.
Dia menolak perbandingan dengan pemberontakan Arab, mengatakan dalam komentar yang disiarkan televisi bahwa para pengunjuk rasa itu tidak mendapat dukungan dari populasi umum dan tidak memberi indikasi bahwa dia siap untuk berkompromi.
Kelompok-kelompok HAM mengatakan ratusan personel keamanan dan pengunjuk rasa telah cedera sejak bentrokan hari Jumat antara demonstran yang melemparkan batu melawan polisi anti huru hara yang menembakkan gas air mata dan meriam air.
Polisi di Istanbul dan Ankara menggunakan gas air mata lagi Senin pagi untuk membubarkan para demonstran, beberapa di antaranya telah berbaris ke kantor Erdogan.
Berbeda dengan komentar Erdogan, Presiden Abdullah Gul menyerukan ketenangan pada hari Senin dan membela hak warga negara untuk melakukan protes.
Sementara, Menteri Luar Negeri John Kerry hari Senin (3/6) menyatakan keprihatinan mengenai berbagai laporan penggunaan kekerasan berlebihan oleh polisi dan mendesak pemerintah Turki untuk menegakkan kebebasan berekspresi dan menahan diri. Dia juga mendesak demonstran untuk “menghindar dari segala bentuk kekerasan yang provokatif.”