Polisi bersenjata di Myanmar memblokir jalur pengunjuk rasa antikudeta saat mereka berpawai di kota Mandalay, Rabu (24/2).
Sekitar 3.000 guru dan siswa terlihat berdiri tidak jauh dari barikade polisi itu dan kawat berduri yang dipasang polisi. Polisi mengawasi para pengunjuk rasa tanpa ekspresi, dengan memegang tameng antihuru-hara dan senapan.
Setelah mengumandangkan lagu-lagu protes dan mendengarkan pidato-pidato yang mengutuk kudeta militer 1 Februari, para demonstran bergerak menjauh sambil memberikan salam hormat tiga jari ke udara.
Sabtu lalu, polisi dan tentara menembak mati dua orang di Mandalay saat berusaha membubarkan aksi mogok para pekerja dermaga.
Pada awal minggu yang sama, mereka dengan kasar membubarkan rapat umum di depan sebuah cabang bank pemerintah, dengan tongkat dan katapel.
Suasana kota itu tetap mencekam hingga saat ini.
Sementara itu, aksi penangkapan terhadap para pembangkang berlanjut di Myanmar seiring berlangsungnya aksi protes di berbagai penjuru negara itu.
Banyak pihak mengkhawatirkan bahwa generasi baru tahanan politik akan mulai memenuhi penjara-penjara negara itu. Menurut sejumlah kelompok aktivis di Myanmar, 696 orang telah ditangkap sehubungan dengan kudeta 1 Februari.
Selama pemerintahan junta sebelumnya yang dimulai pada tahun 1962 dan berlangsung selama beberapa dekade, tahanan politik merupakan fenomena biasa, dengan ribuan orang dipenjarakan karena memprotes militer.
Ketika Liga Nasional untuk Demokrasi, partainya Aung San Suu Kyi, mengambil alih kekuasaan selama periode reformasi demokrasi, banyak tahanan politik dibebaskan. Tetapi kemudian banyak juga yang dipenjarakan kembali karena aktivitas politik selama partai itu berkuasa. [ab/uh]