Kepala kepolisian nasional Israel pada Sabtu (8/5) mengumumkan akan meningkatkan pasukan di Yerusalem, mengantisipasi kemungkinan terjadinya bentrokan dalam beberapa hari ke depan. Langkah itu diambil menyusul bentrokan hebat semalaman antara warga Palestina dan polisi Israel di kota suci itu.
Petugas medis Palestina mengatakan, seperti dikutip Associated Press lebih dari 200 warga Palestina terluka dalam bentrokan pada Jumat (7/5) malam di komplek masjid Al-Aqsa dan tempat lain di Yerusalem. Kekerasan itu mendapat kecaman dari sekutu-sekutu Israel di Arab, sementara Amerika Serikat (AS) dan Eropa menyerukan agar semua pihak tenang.
Israel sedang menghadapi kerusuhan paling buruk di Yerusalem dalam beberapa tahun. Hampir setiap malam terjadi bentrokan antara polisi Israel dan demonstran Palestina sepanjang bulan Ramadan.
Protes-protes pecah pada awal Ramadan tiga pekan lalu, ketika Israel melarang warga berkumpul di sebuah tempat populer di luar Kota Tua Yerusalem. Israel lalu mencabut larangan itu. Situasi sempat tenang sejenak. Namun, protes-protes kembali terjadi dalam beberapa hari belakangan, terkait ancaman pengusiran puluhan warga Palestina dari rumah mereka di Yerusalem timur. Wilayah itu diklaim oleh kedua pihak dalam konflik puluhan tahun.
AS mengatakan "sangat prihatin" akan kekerasan dan ancaman pengusiran itu, dan telah berhubungan dengan para pemimpin kedua pihak untuk berusaha meredakan ketegangan.
"Penting untuk menghindari langkah yang bisa memperparah ketegangan atau menjauhkan perdamaian," kata Departemen Luar Negeri AS. "Ini termasuk pengusiran di Yerusalem Timur, aktivitas penempatan warga (Yahudi), penghancuran rumah, dan aksi terorisme."
Uni Eropa juga mendesak semua pihak agar tenang dan menyatakan keprihatinan mengenai kemungkinan pengusiran itu. Mereka mengatakan pengusiran itu "ilegal berdasarkan UU kemanusiaan dan hanya menyulut ketegangan di lapangan." [vm/ft]