JAKARTA —
Polisi menahan dan memeriksa 15 orang dalam kasus pengrusakan di ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK) saat pembacaan putusan sidang sengketa Pemilihan Gubernur Maluku Kamis (14/11).
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto, pada Jumat membantah polisi telah melakukan pembiaran terhadap para pelaku pengrusakan di dalam ruang sidang MK.
“Ada polisi, ada pengrusakan. Itu bukan pembiaran, itu masalah teknis dan taktis. Saat kejadian (pengrusakan) memang tidak ada anggota kepolisian di dalam ruang sidang, karena memang (polisi) tidak boleh ada di ruang sidang (MK). Jadi berbarengan dengan mereka masuk, polisi kemudian masuk,” ujarnya.
“Yang pertama dilakukan adalah evakuasi dan barikade untuk para hakim, para saksi dan termohon. Mereka masuk lewat pintu belakang dan diamankan di sana. Jadi kita lokalisir keributan, sambil menunggu pasukan yang cukup. Setelah itu baru dilakukan penindakan.”
Rikwanto menambahkan, untuk sementara ini baru dua orang dari kubu penggugat yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Dua tersangka itu berinisial FS dan MS, dan keduanya tertangkap kamera CCTV melakukan pengrusakan pasca putusan sidang sengketa Pilgub Maluku dibacakan.
Ketua MK Hamdan Zoelva sangat menyesalkan dan menyebut tindak kekerasan ini tidak bermoral dan tidak menghargai institusi negara.
“Apa yang terjadi adalah tindakan dari salah satu pendukung yang tidak bermoral. Tindakan yang tidak menghargai demokrasi. Tindakanyang tidak menghargai negara. Tidak saja merusak wibawa MK tetapi juga merusak wibawa negara, karena MK adalah salah satu lambang kekuasaan negara. Karena itu saya minta kepada pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini dan menjatuhkan hukuman setimpal kepada pelaku kekerasan,” ujarnya.
Hamdan mengatakan MK akan menerapkan sistem keamanan dan pengamanan baru, diantaranya pembatasan pengunjung di dalam gedung, untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.
“Mulai minggu depan kita efektifkan pengamanan baru. Kami mohon maaf kepada masyarakat yang hendak menonton sidang atau pengunjung sidang karena akan banyak pembatasan-pembatasan di gedung MK untuk menjaga keamanan dan wibawa bangsa. Kepada setiap pengunjung akan diregistrasi, akan didata, akan diberikan kartu pengenal. Dan akan dibatasi jumlah orang yang masuk ke lobi termasuk ruang sidang MK,” ujarnya.
Sementara itu, mantan Ketua MK Mahfud MD mengatakan peristiwa ini adalah bentuk menurunnya kepercayaan masyarakat kepada MK pasca kasus suap yang melibatkan mantan Ketua MK Akil Mochtar.
“Kalau dulu kami sering mengusir orang yang berisik di ruang sidang. Dan itu ditakuti betul dulu. Dan sekarang ini keadaannya sudah terbalik. Ini sungguh sangat memprihatinkan. Ini fakta telah terjadi kemerosotan kewibawaan bahkan ke titik nadir kepercayaan masyarakat kepada MK ini, karena kasus Akil Mochtar,” ujarnya.
Kerusuhan terjadi saat majelis hakim membacakan putusan sengketa Pilkada Daerah Provinsi Maluku Kamis (14/11). Pihak berperkara atau pemohon dalam PHPU Maluku tersebut berjumlah empat pasangan, yaitu Abdullah Tuasikal-Hendrik Lewerissa, Jacobus-F. Puttilehalat, William B. Noya-Adam Latuconsina dan Herman Adrian Koedoeboen - Daud Sangadji.
Keributan bermula ketika majelis hakim menolak permohonan pasangan nomor urut empat Herman dan Daud. Massa yang tidak terima dengan putusan itu kemudian berteriak-teriak dengan keras di luar sidang pleno di lantai dua, sebelum kemudian mengamuk dan merusak layar monitor di lobi.
Selanjutnya terjadi dorong-dorongan dengan satpam hingga mereka masuk ke ruang sidang. Di dalam ruang sidang, para pendukung yang kalah dalam Pilkada Maluku ini kemudian memecahkan kaca, melempar kursi pengunjung dan mikrofon serta merobohkan mimbar.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto, pada Jumat membantah polisi telah melakukan pembiaran terhadap para pelaku pengrusakan di dalam ruang sidang MK.
“Ada polisi, ada pengrusakan. Itu bukan pembiaran, itu masalah teknis dan taktis. Saat kejadian (pengrusakan) memang tidak ada anggota kepolisian di dalam ruang sidang, karena memang (polisi) tidak boleh ada di ruang sidang (MK). Jadi berbarengan dengan mereka masuk, polisi kemudian masuk,” ujarnya.
“Yang pertama dilakukan adalah evakuasi dan barikade untuk para hakim, para saksi dan termohon. Mereka masuk lewat pintu belakang dan diamankan di sana. Jadi kita lokalisir keributan, sambil menunggu pasukan yang cukup. Setelah itu baru dilakukan penindakan.”
Rikwanto menambahkan, untuk sementara ini baru dua orang dari kubu penggugat yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Dua tersangka itu berinisial FS dan MS, dan keduanya tertangkap kamera CCTV melakukan pengrusakan pasca putusan sidang sengketa Pilgub Maluku dibacakan.
Ketua MK Hamdan Zoelva sangat menyesalkan dan menyebut tindak kekerasan ini tidak bermoral dan tidak menghargai institusi negara.
“Apa yang terjadi adalah tindakan dari salah satu pendukung yang tidak bermoral. Tindakan yang tidak menghargai demokrasi. Tindakanyang tidak menghargai negara. Tidak saja merusak wibawa MK tetapi juga merusak wibawa negara, karena MK adalah salah satu lambang kekuasaan negara. Karena itu saya minta kepada pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini dan menjatuhkan hukuman setimpal kepada pelaku kekerasan,” ujarnya.
Hamdan mengatakan MK akan menerapkan sistem keamanan dan pengamanan baru, diantaranya pembatasan pengunjung di dalam gedung, untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.
“Mulai minggu depan kita efektifkan pengamanan baru. Kami mohon maaf kepada masyarakat yang hendak menonton sidang atau pengunjung sidang karena akan banyak pembatasan-pembatasan di gedung MK untuk menjaga keamanan dan wibawa bangsa. Kepada setiap pengunjung akan diregistrasi, akan didata, akan diberikan kartu pengenal. Dan akan dibatasi jumlah orang yang masuk ke lobi termasuk ruang sidang MK,” ujarnya.
Sementara itu, mantan Ketua MK Mahfud MD mengatakan peristiwa ini adalah bentuk menurunnya kepercayaan masyarakat kepada MK pasca kasus suap yang melibatkan mantan Ketua MK Akil Mochtar.
“Kalau dulu kami sering mengusir orang yang berisik di ruang sidang. Dan itu ditakuti betul dulu. Dan sekarang ini keadaannya sudah terbalik. Ini sungguh sangat memprihatinkan. Ini fakta telah terjadi kemerosotan kewibawaan bahkan ke titik nadir kepercayaan masyarakat kepada MK ini, karena kasus Akil Mochtar,” ujarnya.
Kerusuhan terjadi saat majelis hakim membacakan putusan sengketa Pilkada Daerah Provinsi Maluku Kamis (14/11). Pihak berperkara atau pemohon dalam PHPU Maluku tersebut berjumlah empat pasangan, yaitu Abdullah Tuasikal-Hendrik Lewerissa, Jacobus-F. Puttilehalat, William B. Noya-Adam Latuconsina dan Herman Adrian Koedoeboen - Daud Sangadji.
Keributan bermula ketika majelis hakim menolak permohonan pasangan nomor urut empat Herman dan Daud. Massa yang tidak terima dengan putusan itu kemudian berteriak-teriak dengan keras di luar sidang pleno di lantai dua, sebelum kemudian mengamuk dan merusak layar monitor di lobi.
Selanjutnya terjadi dorong-dorongan dengan satpam hingga mereka masuk ke ruang sidang. Di dalam ruang sidang, para pendukung yang kalah dalam Pilkada Maluku ini kemudian memecahkan kaca, melempar kursi pengunjung dan mikrofon serta merobohkan mimbar.