Sejumlah perempuan Muslim bergabung dengan sejumlah aktivis hak perempuan di Washington DC, Selasa malam (20/6), untuk mengenang tewasnya seorang perempuan Muslim berusia 17 tahun dekat Sterling, Virginia, akhir pekan lalu.
Di sebuah taman berbentuk bundar yang dikenal sebagai DuPont Circle, kerumunan orang mendengarkan sejumlah aktivis, pembaca puisi dan seorang imam menyampaikan pandangan mereka yang menentang kekerasan terhadap perempuan, Muslim dan orang-orang Amerika keturunan Afrika, sambil mengenang Nabra Hassanen, remaja yang menjadi korban aksi brutal itu.
Pihak berwenang mengatakan, Hassanen tewas akibat pukulan keras di bagian atas tubuhnya setelah Darwin Martinez Torres, 22 tahun, menyerangnya dengan tongkat baseball. Hasannen dan sekolompok teman remajanya saat itu hendak pulang ke masjid di kawasan Sterling usai makan sahur.
Pembunuhan terhadap Hassanen memicu kemarahan dan solidaritas di media sosial. Banyak aktivis meminta polisi menyelidikinya sebagi kejahatan bermotif kebencian. Sejumlah anggota keluarga mengatakan, Hassanen dan teman-teman perempuan dalam kelompoknya mengenakan jilbab saat serangan terjadi. Namun polisi dan sejumlah saksi mata mengatakan, Torres tampaknya marah dan menyerang karena pertengkaran terkait lalu lintas dan bukan karena kebencian terhadap agama tertentu.
Sejumlah pembicara dalam acara renungan itu membandingkan serangan itu dengan serangan yang memicu gerakan Black Lives Matter. Asosiasi Masyarakat Muslim Dulles (ADAMS), di mana Hassanen dan keluarganya menjadi anggota, meminta masyarakat untuk tidak berspekulasi mengenai motif serangan. Sementara itu, sejumlah orang menyatakan perlunya membahas kekerasan terhadap perempuan, khususnya perempuan kulit berwarna.
Keith Ellison, satu-satunya anggota Kongres AS yang Muslim, mengatakan, “Kekerasan terhadap perempuan adalah epidemi nasional, kekerasan terhadap masyarakat Muslim juga sedang meningkat.Ini sangat memprihatinkan.” [ab/as]