Tautan-tautan Akses

Kremlin: Pemerintahan Biden Perburuk Perang Ukraina


Angkatan Darat AS menguji Sistem Rudal Taktis (ATACMS) di White Sands, New Mexico. Presiden Joe Biden mengizinkan Ukraina menggunakan rudal jarak jauh ini untuk menyerang target militer di Rusia. (Foto: via AFP)
Angkatan Darat AS menguji Sistem Rudal Taktis (ATACMS) di White Sands, New Mexico. Presiden Joe Biden mengizinkan Ukraina menggunakan rudal jarak jauh ini untuk menyerang target militer di Rusia. (Foto: via AFP)

Presiden Vladimir Putin pada 12 September menyatakan bahwa persetujuan Barat atas langkah tersebut menunjukkan 'keterlibatan langsung negara-negara NATO, Amerika Serikat, dan Eropa dalam perang di Ukraina.

Kremlin mengatakan pada Senin (18/11) bahwa keputusan Washington memberikan lampu hijau kepada Ukraina untuk menembakkan rudal Amerika ke pedalaman Rusia dapat diartikan sebagai keterlibatan langsung Amerika dalam konflik tersebut. Rusia menuding pemerintahan Presiden Joe Biden sebagai pihak yang menyebabkan eskalasi perang.

Rusia telah menegaskan posisinya kepada Barat selama berbulan-bulan mengenai bagaimana Moskow akan menanggapi keputusan tersebut. Mereka juga memperingatkan bahwa keputusan itu akan meningkatkan risiko konfrontasi dengan aliansi NATO yang dipimpin Amerika.

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov di Provinsi Heilongjiang, China timur laut, 17 Mei 2024. (Sergei Bobylev, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP)
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov di Provinsi Heilongjiang, China timur laut, 17 Mei 2024. (Sergei Bobylev, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP)

Ketika ditanya mengenai laporan New York Times dan Reuters yang menyebutkan bahwa pemerintahan Biden telah membuat keputusan tentang serangan jarak jauh, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyatakan bahwa laporan tersebut tidak didasarkan pada pernyataan resmi manapun.

"Jika keputusan tersebut benar-benar dirumuskan dan disampaikan kepada rezim Kyiv, maka ini akan menjadi babak ketegangan baru yang bersifat kualitatif dan situasi baru yang signifikan dari sudut pandang keterlibatan Amerika dalam konflik ini," kata Peskov.

Jelas bahwa pemerintahan yang akan lengser di Washington berniat untuk mengambil langkah-langkah yang akan terus menyiram minyak ke bara api dan memperburuk ketegangan seputar konflik ini," kata Peskov.

Anggota layanan darurat di lokasi hotel yang terkena rudal di Kramatorsk, wilayah Donetsk, setelah serangan Rusia di Ukraina pada 25 Agustus 2024. (Foto: Vitalii Hnidyi/Reuters)
Anggota layanan darurat di lokasi hotel yang terkena rudal di Kramatorsk, wilayah Donetsk, setelah serangan Rusia di Ukraina pada 25 Agustus 2024. (Foto: Vitalii Hnidyi/Reuters)

Sebelumnya anggota parlemen Rusia, Maria Butina, juga memberikan peringatan senada dengan Peskov. Ia mengatakan pada Senin (18/11) bahwa pemerintahan Presiden Joe Biden berisiko memicu Perang Dunia III jika Ukraina diberi lampu hijau menggunakan senjata buatan Amerika Serikat untuk menyerang wilayah pedalaman Rusia.

"Orang-orang ini, pemerintahan Biden, sedang berusaha menikngkatkan eskalasi situasi selama mereka masih berkuasa," ujar Maria Butina kepada Reuters.

"Saya sangat berharap (Donald) Trump akan membenahi keputusan ini jika hal ini telah diputuskan karena mereka benar-benar memicu dimulainya Perang Dunia III yang tidak menguntungkan siapa pun,” tukasnya.

Reuters, mengutip dua pejabat Amerika dan sumber yang mengetahui keputusan tersebut, melaporkan pada Minggu (17/11) bahwa pemerintahan Biden mengizinkan Ukraina untuk menyerang wilayah pedalaman Rusia dengan senjata buatan Amerika.

The New York Times juga melaporkan bahwa pemerintahan Biden telah memutuskan hal itu. Kremlin belum mengomentari laporan tersebut.

Presiden Vladimir Putin pada 12 September menyatakan bahwa persetujuan Barat atas langkah tersebut menunjukkan 'keterlibatan langsung negara-negara NATO, Amerika Serikat, dan Eropa dalam perang di Ukraina,' karena infrastruktur dan personel militer NATO diperlukan untuk menentukan target dan meluncurkan rudal.

Pada akhir Oktober, Putin menegaskan bahwa Kementerian Pertahanan Rusia tengah mencari alternatif untuk merespons jika Amerika Serikat dan sekutunya di NATO membantu Ukraina menyerang wilayah pedalaman Rusia dengan menggunakan rudal jarak jauh buatan Barat.

"Saya rasa ada beberapa orang di Amerika Serikat yang tidak merasa dirugikan entah dengan alasan apapun atau yang benar-benar terputus dari dunia luar sehingga mereka tidak peduli sama sekali,” ujar Maria Butina. Ia sebelumnya pernah mendekam di penjara Amerika selama 15 bulan karena menjadi agen Rusia yang tidak terdaftar. Saat ini, Butina menjabat sebagai anggota parlemen dari Partai Rusia Bersatu yang berkuasa.

Ledakan setelah serangan pesawat nirawak Rusia terlihat di langit kota selama serangan rudal Rusia di Kyiv, Ukraina, 3 November 2024. (Foto: Reuters)
Ledakan setelah serangan pesawat nirawak Rusia terlihat di langit kota selama serangan rudal Rusia di Kyiv, Ukraina, 3 November 2024. (Foto: Reuters)

Kim Jong Un Kecam Amerika dan Sekutu

Sementara itu, pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, menyebut bahwa Amerika Serikat dan negara-negara Barat memanfaatkan militer Ukraina sebagai "pasukan kejutan" untuk melawan Rusia. Dia memperingatkan bahwa tindakan ini berisiko memicu terjadinya konflik global, demikian laporan media pemerintah pada Senin (18/11).

Seoul dan Washington menuding Korea Utara mengerahkan lebih dari 10.000 tentara untuk mendukung Rusia dalam perang di Ukraina. Para ahli berpendapat bahwa Kim Jong Un ikut menurunkan pasukannya agar Moskow memberikan bantuan teknologi canggih sebagai imbalan, di samping juga ingin pasukan Pyongyang mendapatkan pengalaman tempur.

Korea Utara membantah tudingan itu.

Kim mengatakan bahwa Amerika Serikat dan negara-negara Barat menggunakan konflik di Ukraina untuk "memperluas jangkauan intervensi militer mereka di seluruh dunia."

Ia juga menuduh Washington dan sekutunya "meningkatkan pengalaman tempur mereka, dan Ukraina digunakan sebagai pasukan kejut" dalam melawan Rusia.

"Bantuan militer berkelanjutan Washington ke Ukraina... menimbulkan kekhawatiran akan pecahnya Perang Dunia III," katanya.

Kim berjanji negaranya akan memperkuat pertahanan senjata nuklirnya "tanpa batas".

Peringatannya disampaikan setelah Seoul mengungkapkan minggu lalu bahwa pasukan Korea Utara mulai "terlibat dalam operasi tempur" bersama pasukan Rusia di dekat perbatasan Ukraina.

China Desak Perdamaian di Ukraina

Sementara itu, China pada Senin (18/11) kembali menegaskan imbauannya agar perang di Ukraina dapat diselesaikan secara damai.

"Gencatan senjata yang cepat dan solusi politik akan menguntungkan semua pihak," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, dalam pengarahan rutin, ketika ditanya tentang keputusan Amerika itu.

"Hal yang paling penting saat ini adalah mendinginkan situasi yang panas sesegera mungkin," katanya.

China memposisikan dirinya sebagai pihak yang netral dalam perang Ukraina. Mereka juga menegaskan tidak mengirimkan bantuan kepada kedua belah pihak, berbeda dengan Langkah Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya.

Namun, China tetap menjadi sekutu politik dan ekonomi yang dekat dengan Rusia. Negara-negara anggota NATO menyebut Beijing sebagai "pendukung utama" perang tersebut, yang tidak pernah dibantah oleh China.

Pada Senin, Lin mengatakan, "China selalu mendorong dan mendukung segala upaya yang dapat mendukung penyelesaian krisis secara damai."

Beijing, tambahnya, "bersedia untuk terus memainkan peran konstruktif dalam penyelesaian politik krisis Ukraina dengan caranya sendiri". [ah/rs/es]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG