Pemerintah telah memutuskan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat akan diperpanjang. Dari semula direncanakan berakhir 20 Juli, kebijakan itu akan tetap diberlakukan hingga akhir bulan.
Konfirmasi mengenai keputusan itu disampaikan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhajir Effendy di Yogyakarta, Jumat (16/7). Ketika ditanya wartawan, apakah PPKM Darurat diperpanjang atau tidak, Muhajir mengatakan rapat kabinet telah mengambil keputusan.
"Tadi rapat kabinet terbatas yang saya ikuti waktu saya di Sukoharjo, sudah diputuskan Bapak Presiden, dilanjutkan sampai akhir Juli. Sampai akhir Juli, PPKM,” kata Muhadjir Effendy.
Muhajir juga menambahkan, Presiden Jokowi juga menyampaikan adanya resiko terkait perpanjangan PPKM. Karena itulah, presiden meminta ada keberimbangan antara upaya untuk meningkatkan kedisiplinan warga dalam mematuhi protokol kesehatan dan standar-standar PPKM dengan pemberian bantuan sosial.
Selain itu, Muhajir juga berpesan bahwa pemerintah tidak mungkin menanggung sendiri pemberian bantuan sosial semacam itu. Dia meminta seluruh masyarakat saling membantu, termasuk kalangan perguruan tinggi, untuk mengurangi dampak buruk terhadap masyarakat akibat penerapan PPKM Darurat.
Muhajir berada di Yogyakarta untuk meninjau shelter terpusat dengan skema baru. shelter ini, meski berada di lur rumah sakit, namun tetap berada dalam pemantauan dan koordinasi. Satu shelter, berkoordinasi dengan satu rumah sakit saja dalam melayani pasien.
Dalam kesempatan ini, Muhajir meminta tidak semua pasien positif COVID-19 dibawa ke rumah sakit. Dengan kenaikan kasus yang eksponensial seperti saat ini, rumah sakit harus ditempatkan sebagai pilihan akhir. Muhajir menyambut baik konsep ini, dan berharap beban rumah sakit akan berkurang.
“Shelter ini punya fungsi timbal balik, yang akan ke rumah sakit bisa dicegah dulu kalau memang dia hanya berjalan ringan. Atau mereka yang sudah sembuh, sudah mendekati sembuh, tinggal menunggu perkembangan lebih lanjut, bisa ditarik ke shelter untuk diobservasi sampai betul-betul penanganannya tuntas,” ujarnya di kampus Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Shelter Terpantau RS
UGM baru saja mengalihfungsikan sejumlah aset mereka menjadi shelter. Di antaranya adalah Hotel University Club, Wisma KAGAMA, dan Mardliyyah Islamic Center. Ketiga bangunan itu total mampu menampung 471 pasien. Pengelolaannya diserahkan kepada RSUP dr Sardjito dan Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM.
Muhajir berterimakasih, karena Yogyakarta menjadi wilayah pertama yang merintis penyediaan shelter dengan konsep baru ini. Dia menilai UGM memiliki cukup pengalaman dalam penanganan kebencanaan dan tidak meragukan komitmen perguruan tinggi tersebut.
“Yang sudah mendekati sembuh, tinggal observasi, bisa ditarik dari rumah sakit dan diobservasi di shelter, sehingga tempat tidurnya bisa diisi oleh mereka yang memang harus dirawat,” tambah Muhajir.
Rektor UGM, Panut Mulyono memastikan shelter yang dipantau langsung rumah sakit ini terbuka untuk umum.
“Kita tahu sendiri, banyak rumah sakit tidak lagi bisa menampung pasien. UGM terus berupaya melakukan usaha-usaha untuk bersama-sama meringankan beban para penderita COVID-19,” ujar Panut.
Masih Jauh dari Target
Sesuai permintaan Kementerian Kesehatan, Yogyakarta ditarget untuk menyediakan setidaknya 2 ribu tempat tidur tambahan bagi pasien COVID-19. Penyediaannya antara lain dilakukan dengan konversi atau perubahan status tempat tidur dari non-COVID menjadi khusus COVID di rumah sakit dan penyediaan tempat tidur tambahan di luar rumah sakit.
Dalam kesempatan berbeda, Sekretaris Daerah Istimewa Yogyakarta, Kadarmanta Baskara Aji menyebut apa yang dinamakan sebagai shelter tersebut, secara prinsip akan berfungsi sebagai rumah sakit lapangan.
“Pada prinsipnya di DIY jumlah bed sangat kurang, akan dibangun RS tambahan. Nantinya pengampunya adalah rumah sakit. Masing-masing manajemennya menjadi satu dengan rumah sakit yang mengampu. Kalau itu bisa terealisasi semua, kita akan mendapatkan kurang lebih 700 bed di DIY,” kata Baskara Aji.
Baskara mengakui, jumlah itu masih jauh dari harapan. Apalagi angka positif di wilayah ini relatif tinggi, dalam beberapa hari berada di atas angka 2 ribu kasus perhari. Jika tren peningkatan terus berlanjut, kata Baskara, DIY setidaknya akan membutuhkan 3 ribu tempat tidur.
Tentu saja, pemerintah daerah masih memiliki pekerjaan rumah terkait nakes yang akan melayani di fasilitas baru ini, termasuk juga peralatan yang dibutuhkan. Meski dia juga mengakui, standar peralatan yang dibutuhkan tidak perlu seperti yang ada di rumah sakit. [ns/ab]