Pemerintah terus berupaya menambah sarana dan prasarana di sektor kesehatan dalam menghadapi ganasnya penyebaran varian delta COVID-19, yang menyebabkan lonjakan besar jumlah kasus positif.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, masyarakat harus disiplin dalam menegakkan protokol kesehatan. Pasalnya, apabila penularan terus terjadi, sebanyak apapun pemerintah menambah kapasitas tempat tidur, tenaga kesehatan, oksigen, dan obat-obatan, suplai itu tidak akan memadai.
“Beliau (Presiden) ingin memastikan bahwa rumah sakit ini berapa pun ditambah tidak pernah akan cukup kalau di sisi hulunya tidak kita perketat. Jadi beliau memastikan bahwa penerapan protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, itu harus diperketat. Dan diminta agar seluruh Kementerian/Lembaga dengan bantuan media bisa mensosialisasikan ini ke masyarakat.” ungkap Budi dalam telekonferensi pers usai Ratas dengan Presiden Jokowi di Jakarta, Jumat (16/7).
Cakupan Vaksinasi
Dalam rapat terbatas kali ini, kata Budi, Jokowi juga menginstruksikan percepatan vaksinasi COVID-19. Budi menjelaskan, stok vaksin yang tersedia di seluruh Indonesia saat ini mencapai 75 juta dosis. Dari jumlah tersebut per 16 Juli, sebanyak 56 juta dosis sudah disuntikkan kepada masyarakat, di mana 40 juta di antaranya diberikan sebagai dosis pertama. Pada akhir Agustus nanti, pemerintah juga akan kedatangan sebanyak 30 juta dosis vaksin COVID-19.
“Arahan Presiden untuk vaksinasi agar dipercepat dan beliau memahami bahwa stok itu ditahan di daerah-daerah sebagai cadangan suntik kedua sebesar 19 juta dosis dan beliau meminta agar segera dihabiskan saja,” tuturnya.
Tempat Tidur dan Obat Impor
Dalam kesempatan ini, Budi juga menjelaskan terkait perkembangan ketersediaan tempat tidur bagi pasien COVID-19 yang ada di wilayah DKI Jakarta. Ia mengungkapkan, ada 2.000 tempat tidur yang sedang dipersiapkan oleh pemerintah,dengan rincian 1.000 di Wisma Haji Pondok Gede; 300 di Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo (RSCM) dan 300-500 tempat tidur di Rumah Sakit Pertamina. Semua tempat tidur tersebut dipersiapkan untuk menangani pasien COVID-19 dengan gejala sedang.
“Kami juga bekerja sama dengan tim dari Kementerian PUPR sudah mengunjungi Bandung, Jawa Tengah dan sudah mengidentifikasi beberapa tempat untuk pembangunan rumah sakit Lapangan yang memberikan tambahan tempat tidur kalau memang diperlukan. Tim sekarang sudah terus jalan ke Surabaya juga untuk mengidentifikasi potensi kalau memang diperlukan adanya tambahan tempat tidur,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan terdapat lonjakan kebutuhan oksigen yang semula 400 ton per hari menjadi 2.000 ton per hari. Guna memenuhi itu semua, pihak Kemenkes sudah bekerja sama dengan pabrik atau industri dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan sekitar 250 ton per hari. Selain itu pemerintah juga berencana membeli 30 ribu konsentrator oksigen yang bisa menyediakan kebutuhan oksigen di rumah sakit sekitar 600 ton per hari dan bisa dipinjamkan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Terkait ketersediaan obat-obatan, Budi mengakui, pemerintah kesulitan mendapatkan beberapa obat impor untuk pasien corona dikarenakan pengetatan dalam lingkup global. Pertama, adalah remdesivir yang diimpor dari India, Pakistan dan China. Guna mengatasi hal ini, pihaknya meminta Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi untuk bernegosiasi dengan India agar bisa membuka kembali keran ekspor. Hasilnya, sebanyak 50 ribu vial sudah mulai masuk tiap pekan.
Selanjutnya adalah Actemra yang diproduksi oleh perusahaan farmasi Roche dari Swiss. Budi mengatakan pihaknya sudah berbicara dengan CEO dari perusahaan tersebut. Namun, katanya, karena adanya pengetatan global suplai, pemerintah masih sangat kekurangan obat ini.
Guna mengatasi hal tersebut,kata Budi, pemerintah mencari alternatif obat yang mirip dengan Actemra tersebut salah satunya obat serupa yang digunakan oleh pemerintah Amerika Serikat. Ia berharap obat tersebut bisa masuk ke Tanah Air dalam waktu dekat. Pemerintah juga katanya sedang mencari obat Gammaraas asal China.
“Kita juga membutuhkan cukup banyak dan sekarang kita sudah bisa mendatangkan sekitar 30 ribu vial, tapi kita membutuhkan lebih banyak lagi, dan sekarang dengan dibantu oleh Kemenlu kita terus melakukan lobi dengan pemerintah China. Jadi tiga obat impor itu yang sekarang sedang kita terus kejar agar bisa memenuhi kebutuhan di dalam negeri,” jelas Budi.
Perayaan Idul Adha
Dalam Kesempatan yang sama, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan menjelang perayaan hari raya Idul Adha, pihaknya akan berkoordinasi dengan organisasi masyarakat (ormas) Islam seperti NU, Muhammadiyah, MUI dan ormas lainnya untuk mengimbau kepada masyarakat khususnya umat muslim untuk tidak melakukan mudik, agar perebakan wabah virus corona bisa ditekan semaksimal mungkin.
Selain itu, Kementerian Agama juga sudah menerbitkan Surat Edaran (SE) terkait pengaturan pelaksanaan Idul Adha, yakni pengadaan kegiatan peribadatan di rumah-rumah ibadah selama PPKM Darurat, peniadaan takbiran di masjid atau arak-arakan di jalanan yang menimbulkan kerumunan, dan penyembelihan hewan kurban di rumah pejagalan.
“Di Islam itu ada hukum ketaatan, taat kepada Allah, taat kepada Rasul itu mutlak, wajib hukumnya. Taat kepada pemerintah itu ada pengecualian ketika pemerintah ini mengeluarkan peraturan yang sifatnya melindungi masyarakat, maka pemerintah wajib untuk dipatuhi," jelas Yaqut.
"Saya kira umat Islam harus mengerti bahwa semua yang dilakukan pemerintah semata-mata untuk melindungi jiwa masyarakat, terutama jiwa muslim karena menjelang Idul Adha. Sama sekali tidak ada pemerintah melarang orang beribadah, tidak ada, justru pemerintah menganjurkan semua umat khususnya umat muslim yang sebentar lagi merayakan Idul Adha untuk semakin rajin dalam beribadah semakin sering mendoakan negeri ini, dunia supaya terlepas dari pandemi COVID-19,” imbuhnya.
Pelibatan Masyarakat
Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman sependapat dengan Presiden Jokowi bahwa penguatan dari sisi hulu yakni penegakan protokol kesehatan harus dilakukan. Maka dari itu, peran serta dari berbagai komunitas untuk lebih mengedukasi masyarakat harus terus dilakukan. Dengan adanya kebersamaan ini, kata Dicky, setidaknya masa kritis ini akan dilalui paling cepat pada akhir Agustus, dan paling lambat pada akhir September, sehingga diprediksikan pada Oktober sudah mulai melandai.
“Harus melibatkan kader-kader, civil society, sekarang sudah saatnya bahu membahu menemukan kasus di masyarakat, memberikan bantuan dalam proses isoman. Untuk masyarakat, tanpa ada peran aktif dari masyarakat kita gak bisa mengendalikan pandemi ini dan itu tentu ada peran individu masyarakat yang di komunitas dan ada yang di pemerintah. Semua ini saling bahu membahu memberikan keteladanan, maksimalkan peran penting masing-masing,” ungkap Dicky. [gi/ab]