Polisi Prancis, pada Kamis (10/2), memperingatkan bahwa mereka akan mencegah apa yang disebut "Konvoi Kebebasan" yang dapat memblokade jalanan kota Paris, ketika para pengunjuk rasa yang menentang aturan COVID-19 mulai bergerak menuju area ibu kota.
Terinspirasi oleh pengemudi truk yang melumpuhkan ibu kota Kanada, pengemudi truk dan pengendara lain dari seluruh Prancis menjawab panggilan untuk berkumpul di Paris pada Jumat (11/2).
Gerakan itu telah menimbulkan kekhawatiran akan terulangnya protes anti-pemerintah "rompi kuning" 2018 yang mengguncang Prancis, hanya dua bulan sebelum Presiden Emmanuel Macron diperkirakan akan mencalonkan diri kembali.
"Akan ada pengerahan khusus ... untuk mencegah penyumbatan jalan-jalan utama, mengeluarkan surat tilang dan menangkap mereka yang melanggar larangan protes ini," kata kepolisian Paris dalam sebuah pernyataan.
Larangan kota itu akan tetap berlaku sampai Senin (14/2).
Polisi mengatakan bahwa siapa pun yang memblokir jalan akan menghadapi ancaman hukuman dua tahun penjara, denda sebesar $5.140, atau sekitar Rp73 juta, dan larangan mengemudi selama tiga tahun.
"Jika orang ingin berdemonstrasi dengan cara yang normal, mereka bisa melakukannya," kata Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin kepada saluran LCI. Tapi, ia menambahkan, "Jika mereka ingin memblokir lalu lintas, kita akan turun tangan."
Pihak berwenang di negara tetangga Belgia juga mengeluarkan peringatan ketika para peserta tampaknya ingin pindah ke Brussels, ibu kota Belgia dan Uni Eropa, pada Senin (7/2) atas apa yang mereka sebut sebagai "pertemuan Eropa."
Walikota Brussel Philippe Close mengatakan kota itu akan melarang demonstrasi dengan alasan sederhana bahwa tidak ada yang mengajukan izin konvoi untuk masuk. [my/rs]