Pemerintah memprioritaskan pelaku wisata dalam program vaksinasi nasional. Sektor ini diharapkan segera bangkit, meski ada keraguan karena juga dipengaruhi kondisi dan kebijakan negara asal wisatawan.
Meski lebih sering diberitakan terkait konflik perbatasan, Kepulauan Natuna sebenarnya adalah daerah tujuan wisata yang penuh potensi. Sayangnya, kunjungan wisatawan asing ke kawasan ini - yang sudah menggeliat sebelum pandemi - kini harus terhenti. Arif Naen, operator wisata di Natuna, Provinsi Kepulauan Riau ketika dihubungi VOA menceritakan, sebuah ajang tahunan yang menyedot banyak wisatawan tak akan lagi diselenggarakan pada tahun ini, seperti juga pada 2020.
“Di Natuna ada event tahunan yang mendatangkan turis asing. Namanya Natuna Yatch Rally. Turis datang menggunakan yatch, mereka berlayar berkelompok. Sampai di Natuna disambut oleh masyarakat, disajikan berbagai atraksi, menikmati kuliner, diajak keliling-keliling. Biasanya, itu pada bukan Juni atau Juli setiap tahunnya,” ujar Arif.
Sebagai pemandu, Arif tahu banyak bagaimana Natuna berkembang menjadi tujuan wisata baru. Lokasinya cukup strategis, karena dekat dengan Malaysia, Singapura, bahkan Vietnam di sisi utara. Saat ini, setiap hari ada satu penerbangan dari Batam yang mempermudah akses masuk ke Natuna. Alamnya yang masih asri dan sunyi, menjadi daya tarik tersendiri, terutama bagi wisatawan asing yang tidak menyukai kepadatan destinasi.
Obyek wisata yang bisa dikunjungi juga tidak hanya di pulau utama, tetapi juga di pulau-pulau kecil karena Natuna merupakan kepulauan. Transportasi, hotel, kuliner dan suvenir tersedia dalam pilihan yang beragam. Sebelum pandemi, wisatawan Asia maupun Eropa biasanya menghabiskan waktu 4 hari 3 malam agar bisa menjelajahi seluruh kawasan ini.
“Kalau kita bandingkan antara Batam dengan Singapura, itu lebih luas Natuna daratannya. Tetapi luas daratan Natuna itu hanya 3 persen, dan 97 persen adalah laut. Karena itu wisatanya dominan wisata bahari,” tambah Arif.
Tentu tak ada harapan lain yang diucapkan Arif, kecuali pandemi ini segera berakhir dan sektor pariwisata bangkit kembali.
Pemerintah Tetapkan Target
Harapan yang sama diucapkan Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan pelaksanaan program vaksinasi sektor pelaku wisata, seperti yang dilakukan di Yogyakarta maupun di Bali. Di Gianyar, Bali, ketika meninjau pelaksanaan vaksinasi pada 16 Maret lalu, Presiden Jokowi menyebut ada tiga kawasan yang akan dijadikan zona hijau agar bisa dibuka sepenuhnya bagi wisatawan.
“Kita ingin konsentrasi di tiga zona hijau yang telah ditetapkan, yaitu di Ubud, kemudian di Sanur, yang ketiga di Nusa Dua. Kita harapkan ini menjadi sebuah kawasan hijau, yang nantinya bisa kita buka penuh untuk para turis, sehingga mereka merasa aman dan nyaman tinggal di Bali,” ujar Presiden.
Jokowi menambahkan, dengan fokus di tiga zona ini, kebangkitan sektor pariwisata di Bali akan dimulai dan akan dievaluasi setiap pekannya. Untuk mencapai target itu, proses vaksinasi akan terus dilakukan hingga mencapai target yang telah ditetapkan.
Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) di Jakarta, Kamis (18/3), Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno, menyebut Bali memperoleh target vaksinasi 2 juta hingga 2,5 juta sebelum Juni 2021. Vaksinasi diharapkan akan menekan laju penularan COVID-19 dan meningkatkan kepercayaan diri pelaku wisata Bali.
“Mengutip dari Bapak Presiden, kalau semua angka COVID-19 kondusif, serta semua pihak patuh dan kita mendapatkan resiprosity (timbal balik -red) dari negara-negara sahabat, mudah-mudahan sekitar bulan Juni atau Juli 2021, kita bisa mulai membuka perbatasan untuk wisatawan mancanegara,” papar Sandiaga dalam keterangan resmi kementerian.
Kemenparekraf juga berencana membuat koridor perjalanan aman (safe travel corridor) untuk menggerakkan wisata di Kepulauan Riau, seperti Batam dan Bintan. Kawasan ini dipilih karena dekat dengan Singapura.
Bergerak Tetapi Terbatas
Meski optimis dengan berbagai gebrakan pemerintah, pengamat pariwisata Ike Janita Dewi Ph.D. menilai sikap realistis juga harus dimiliki. Ike adalah dosen dan peneliti kepariwisataan di Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta.
Jika pemerintah mematok pembukaan pintu masuk wisatawan mancanegara pada Juni atau Juli tahun ini, perkiraan optimis, baru menjelang akhir tahun arus mulai tiba.
“Kalau tahun ini jelas kita tidak bisa bicara sampai triwulan ketiga tahun ini, berarti terakhir bulan September. Paling optimis triwulan ke-4, yaitu Oktober, November dan Desember. Itu paling optimis dan itu pun jumlahnya terbatas,” kata Ike.
Menurut Ike, Indonesia bisa saja membuka destinasi wisatanya, meskipun terseleksi, seperti Bali, dan Kepulauan Riau. Bali menjadi tujuan wisata pilihan warga China dan Australia, sedangkan Kepulauan Riau dipilih karena dekat dengan Singapura. Namun, pemerintah juga harus melihat bagaimana kebijakan negara-negara itu bagi warga negara mereka sendiri. Apakah perjalanan wisata sudah dibuka, terutama untuk perjalanan jarak jauh.
“Kalau travel corridor itu dibuka dengan target wisatawan mancanegara, maka akan sangat tergantung pada pembukaan border (perbatasan -red) atau izin dari pemerintah mereka. Sehingga kita harus menganalisis dari demand side (permintaan -red) juga,” ujarnya.
Jika koridor perjalanan aman diterapkan, kata Ike, maka yang akan datang adalah wisatawan pelintas batas atau mereka yang datang dari negara tetangga terdekat.
“Jadi harapannya Singapura, Malyasia dan Timor Leste, plus wisatawan yang memiliki toleransi risiko cukup tinggi, contohnya Perancis. Asal diizinkan pemerintahnya, mereka akan terbang, walaupun cukup jauh,” tambah Ike.
Wisatawan China, lanjut Ike, belum bisa diharapkan karena pemerintah mereka ingin membangkitkan pariwisata domestiknya terlebih dahulu. Sementara Australia mengambil kebijakan sangat ketat, sehingga kecil kemungkinan perjalanan ke Bali akan diizinkan dalam waktu dekat. Australia akan mendorong warganya untuk berwisata ke Selandia Baru.
Karena itu Ike merekomendasikan pemerintah memberi perhatian lebih kepada wisatawan nusantara. Jika skema koridor perjalanan aman diperluas untuk pasar wisatawan domestik, maka hasilnya akan lebih bisa diperkirakan karena semua dalam kendali dalam negeri.
Menurut penelitian yang dia lakukan, ada dua kunci naiknya wisata domestik. Pertama adalah insentif harga atau diskon, sedangkan yang kedua adalah motivasi perjalanan khusus, yaitu silaturahmi keluarga atau teman dan wisata religi.
Dalam soal insentif, industri pariwisata dan pemerintah harus bekerja sama. Pelaku industri harus mau menekan harga, dengan pedoman bahwa strategi yang diterapkan adalah bertahan hidup, bukan mencari keuntungan. Sementara pemerintah melakukan promosi, membangun kepercayaan wisatawan, dan insentif untuk syarat perjalanan seperti menekan biaya rapid test bagi wisatawan. [ns/ab]