Nusa Lembongan di Bali adalah salah satu destinasi yang diincar para wisatawan mancanegara. Sebelum pandemi virus corona melanda Indonesia, pantai di sana selalu dipenuhi oleh turis.
Kantor berita Reuters melaporkan, Kamis (1/10), pemandangan itu kini tidak terlihat lagi. Bali mati kutu, sepi dari turis sehingga secara otomatis berimbas pada perekonomian penduduk setempat. Tak ingin berdiam diri, mereka pun beralih menjadi petani rumput laut. Kini sering terlihat pemandangan warga setempat membawa keranjang berisi rumput laut. Suatu pergeseran dalam mencari nafkah dari sebelumnya yang menjadikan pariwisata sebagai ujung tombak dalam perekonomian daerah.
“Saya sedih karena kami kehilangan pekerjaan dan sekarang kami harus mulai dari awal,” kata I Gede Darma Putra, 43 tahun, penduduk asli Lembongan. Ia biasa bekerja sebagai pemandu wisatawan di dunia selam.
Seperti halnya penduduk lokal lainnya di pulau yang terletak sekitar 50 km dari Bali ini, dia dan istrinya Kadek Kristiani, sekarang bekerja mengumpulkan rumput laut.
Bali biasanya menjadi salah satu magnet bagi wisatawan sehingga berhasil menarik jutaan pengunjung setiap tahun. Banyak turis yang tertarik dengan pantai di tempat-tempat di sana, seperti Nusa Lembongan. Namun, peningkatan kasus Covid-19 di Indonesia membuat rencana untuk membuka kembali industri pariwisata bagi turis asing ditunda tanpa batas waktu.
Banyak restoran dan bar yang terpaksa ditutup. Sebagai gantinya, rumput laut terlihat berjejer dijemur memenuhi jalan. Padahal masyarakat sekitar sudah meninggalkan industri tersebut satu dekade lalu. Indonesia tercatat sebagai penghasil rumput laut terbesar kedua di dunia setelah China.
“Para petani mulai menanam rumput laut lagi,” kata Boedi Sarkana Julianto dari Jaringan Sumber Daya Alam Indonesia (JASUDA), sebuah organisasi nonpemerintah pembudidaya rumput laut.
“Awalnya saya bingung, bertanya-tanya, 'apa yang harus saya lakukan?',” kata Kadek yang berusia 34 tahun. “Tapi dalam perjalanan, kami menemukan pekerjaan ini, menanam rumput laut ... dan mendapatkan penghasilan untuk membeli makanan dan barang-barang untuk anak-anak kami. . ”
Wali Putra, seorang manajer restoran yang berusia 50 tahun, mengatakan pandemi virus corona membuatnya ia mengingat kembali masa kecilnya. Ia telah bertani rumput laut hampir sepanjang hidupnya
“Sebelum booming pariwisata ... yang memberi kehidupan bagi masyarakat Lembongan adalah rumput laut,” ujarnya.
Namun, budidaya rumput laut dinilai sebagai pekerjaan yang melelahkan dan kurang menguntungkan dibandingkan sektor pariwisata.
Para petani mengatakan rumput laut kering, yang ditujukan untuk diproses dan diekspor untuk digunakan sebagai makanan, saat ini harganya sekitar Rp 12 ribu per kilonya. Industri ini dapat memberikan penghasilan hingga Rp 6 juta sebulan. Budi dari JASUDA mengatakan angka itu hanya lebih dari setengah dari hasil tangkapan yang sama sebelum pandemi.
I Putu Astawa, Kepala Badan Pariwisata Bali, mengatakan pengunjung tetap dibutuhkan karena "pertanian saja tidak bisa mengembalikan perekonomian Bali secara normal."
Namun, beberapa penduduk setempat, seperti guru yang juga petani rumput laut Wayan Ujiana, 51 tahun, mengambil pandemi sebagai pelajaran untuk tidak terlalu bergantung pada pariwisata: “Jangan lupa untuk mendiversifikasi pendapatan Anda, jadi ketika masalah terjadi kita tidak runtuh.” [ah/au]