Dalam wawancaranya hari Rabu (28/9) dengan VOA di Washington, Presiden Republik Afrika Tengah Faustin-Archange Touadera mengatakan embargo yang diberlakukan pada tahun 2013 itu dulu dibenarkan penetapannya. Tetapi menurutnya sekarang tidak lagi demikian.
Ia mengatakan negaranya telah mengadakan pemilu, pemerintah yang sah telah dibentuk, begitu pula Majelis Nasional. Negaranya telah membentuk lembaga-lembaga demokratis dan Republik Afrika Tengah tidak dapat memiliki militer yang tidak memiliki senjata, lanjutnya.
Touadera mengatakan ia ingin membangun kembali Angkatan bersenjata. Ambisinya adalah membangun militer nasional yang profesional dan multietnis dan diakui masyarakat Afrika Tengah.
Touadera menang dalam pemilihan presiden Februari lalu, setelah Instabilitas dan kekerasan sectarian selama tiga tahun di negara itu yang dipicu oleh tergulingnya mantan presiden Francois Bozize.
Situasi kemanusiaan di negara itu masih menjadi keprihatinan besar. Menurut badan kemanusiaan PBB OCHA, sekitar 2,3 juta orang warganya memerlukan bantuan kemanusiaan.
Touadera mengatakan negaranya berada dalam momen kritis. Jika tidak berhati-hati, negara itu bisa terancam kembali ke situasi lama. “Itu sebabnya kami berada di sini untuk memberi dukungan di Washington, dengan Bank Dunia, dengan USAID untuk meminta dukungan. Kami ingin memutus siklus krisis setiap 10 tahun ini untuk meletakkan landasan yang kokoh di Afrika Tengah,” jelasnya. [uh/ab]