Indonesia, salah satu dari hanya tiga negara di wilayah Asia Pasifik yang mengalami tren peningkatan infeksi HIV, harus menyediakan kekurangan dana US$30 juta dalam upaya melawan HIV, menurut seorang pejabat kesehatan PBB, Rabu (10/9).
Presiden terpilih Joko "Jokowi" Widodo harus membangun dari kebijakan-kebijakan yang dijalankan oleh pendahulunya, menurut Cho Kah Sin, direktur program PBB untuk HIV dan AIDS di Indonesia.
Rencana strategis lima-tahunan Indonesia untuk memerangi HIV/AIDS berakhir tahun ini dan pendanaan domestik dari rencana tersebut adalah sekitar 40 persen, jauh lebih rendah dari target yang mencapai 70 persen, ujar Cho.
Meski anggaran domestik untuk menanggulangi HIV/AIDS telah naik dari $27 juta pada 2010 menjadi $37 juta tahun ini, kesenjangan pendanaan saat ini diestimasi sekitar $30 juta, dan diperkirakan akan naik menjadi sekitar $175 juta pada 2020.
"Indonesia adalah negara berpendapatan menengah dan akan menghadapi tantangan dalam mencoba meyakinkan donor-donor internasional untuk terus berinvestasi dalam bantuan pembangunan untuk proyek-proyek sosial dan kesehatan," ujar Cho.
"Pada akhirnya Indonesia harus menyediakan sendiri pendanaan untuk prioritas-prioritas seperti kesehatan. Penting bagi pemerintah nasional untuk terus meningkatkan proporsi pendanaan untuk HIV dari sumber-sumber daya nasional."
Perserikatan Bangsa-Bangsa, dalam laporan yang dirilis setiap dua tahun mengenai epidemi HIV dan AIDS di dunia, mengatakan bulan lalu bahwa tingkat infeksi di Indoensia mengkhawatirkan.
Sekitar 0,43 persen populasi dewasa, atau sekitar 640.000 orang, terinfeksi HIV di Indonesia.
Indonesia, Pakistan dan Filipina adalah tiga negara di Asia Pasifik yang mengalami peningkatan infeksi HIV, menurut PBB.
Namun Cho mengatakan ia optimistis dengan perlawanan terhadap HIV di Indonesia.
Sejak 2012, negara ini telah secara masif meningkatkan akses untuk tes HIV dan sekarang menawarkan perawatan anti-retroviral dini.
"Penting bahwa pemerintahan baru mempertahankan hal tersebut, terus berinvestasi dalam tes dan perawatan dini, dan membangun fondasi yang telah dibangun oleh Menteri," ujarnya, mengacu pada Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi yang memperkenalkan respon yang lebih efektif terhadap HIV/AIDS ketika ia ditunjuk pada 2012.
"Jika hal ini berlanjut, tidak akan ragu lagi, Indonesia akan dapat membalikkan epidemi ini," tambahnya.
Salah satu alasan bagi peningkatan tingkat HIV di Indonesia adalah karena infeksi baru mulai naik pada pertengahan 1990an, ujar Cho, lebih lambat daripada di banyak negara.
Selain itu, karena pengujian meningkat dan lebih diterima, lebih banyak orang mau dites dan tahu status HIV mereka, ujarnya.
"Tentu saja kita tidak berharap situasi ini akan berubah dalam semalam. Perlu waktu untuk menunjukkan kita ada di jalur yang benar. Ia (Nafsiah) telah meletakkan fondasi-fondasinya," ujar Cho. (Reuters)