Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah menawarkan untuk bernegosiasi dengan dua kelompok pemberontak Muslim yang paling keras di negaranya setelah militer melancarkan serangan selama berbulan-bulan, membuat strateginya untuk mengakhiri konflik rumit yang sudah berlangsung selama 45 tahun ini tidak jelas, meskipun dia telah berjanji akan menyelesaikannya.
Dalam pidatonya baru-baru ini, Duterte menyerukan negosiasi dengan Abu Sayyaf dan kelompok Maute, kelompok separatis Muslim lain di sudut barat daya negara itu.
Pada bulan Agustus, setelah sebulan menjabat, presiden yang dikenal keras dalam menumpas kejahatan ini, mengatakan kepada polisi dan angkatan bersenjata untuk "mencari sarang mereka dan menghancurkan" Abu Sayyaf, sebuah kelompok yang terdiri dari sekitar 400 orang yang sering digambarkan sebagai organisasi bisnis penculikan untuk tebusan.
Banyak rakyat merasa Duterte akan mampu menyelesaikannya karena dia telah menciptakan perdamaian dengan kelompok pemberontak di Davao City ketika dia menjabat sebagai walikota di sana selama 22 tahun. Davao City berada di Mindanao, pulau di selatan dengan penduduk 21 juta orang di mana Abu Sayyaf dan Maute juga beroperasi.
"Ada semacam harapan bahwa akan ada lebih banyak kemajuan di bawah Duterte, tapi ini adalah masalah lama. Saya pikir klaim mampu mengatasinya dalam semalam agak meragukan," kata Christian de Guzman, wakil presiden pemeringkat kredit Moody’s di Singapura. "Ketika kita berbicara tentang inti masalah, ini akan kembali ke masa sebelum republik itu berdiri." [as/uh]