Presiden (Indonesia) Joko Widodo bersama 39 kepala negara/pemerintahan sejak hari Sabtu (20/5) berada di Riyadh, Arab Saudi, untuk mengikuti “Arab Islamic America Summit” atau Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab Islam Amerika. Siaran pers Istana Kepresiden RI yang diterima VOA beberapa saat lalu menyatakan bahwa ketika berbicara di Conference Hall King Abdulaziz Convention Center, Riyadh, Arab Saudi, hari Minggu (21/5), Presiden Joko Widodo mengatakan pertemuan ini memiliki makna penting untuk mengirimkan pesan kemitraan dunia Islam dengan Amerika Serikat, dan menghilangkan persepsi bahwa Amerika Serikat melihat Islam sebagai musuh.
"Yang lebih penting lagi pertemuan ini harus mampu meningkatkan kerjasama pemberantasan terorisme dan sekaligus mengirimkan pesan perdamaian kepada dunia," ujar Presiden Jokowi.
Jokowi menambahkan bahaya ancaman radikalisme dan terorisme yang tidak saja terjadi di negara-negara Timur Tengah dan Barat, tetapi juga di Indonesia. Ia menyitir aksi terorisme di Bali tahun 2002 dan 2005, juga serangan di Jakarta pada tahun 2004 dan terakhir pada 2016 lalu.
"Dunia marah dan berduka melihat jatuhnya korban serangan terorisme di berbagai belahan dunia di Perancis, Belgia, Inggris, Australia dan lain-lain. Namun dunia seharusnya juga prihatin terhadap jatuhnya lebih banyak korban jiwa akibat konflik dan aksi terorisme di beberapa negara seperti Irak, Yaman, Suriah, Libya. Umat Islam adalah korban terbanyak dari konflik dan radikalisme terorisme," ujarnya.
Lebih lanjut Jokowi mengatakan sejarah mengajarkan bahwa kekuatan militer saja tidak akan mampu mengatasi terorisme, dan karenanya Indonesia meyakini pentingnya menyeimbangkan pendekatan itu dengan “soft-power” yaitu lewat pendekatan agama dan budaya. Ia mencontohkan upaya yang dilakukan Indonesia.
"Untuk program deradikalisasi, otoritas Indonesia melibatkan masyarakat, keluarga, termasuk keluarga mantan nara pidana terorisme yang sudah sadar; dan organisasi masyarakat. Kita juga melibatkan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama untuk terus mensyiarkan Islam yang damai dan toleran. Sementara untuk kontra-radikalisasi, Indonesia merekrut netizen muda dengan follower banyak untuk menyebarkan pesan-pesan damai," jelasnya.
Empat hal yang ditekankan Jokowi adalah soal pentingnya meningkatkan ukhuwah Islamiyah, peningkatan upaya memberantas terrorisme lewat pertukaran informasi dan penanganan apa yang disebutnya sebagai “foreign terrorist fighters," penyelesaian akar masalah terorisme lewat pemberdayaan ekonomi inklusif, dan memposisikan diri sebagai bagian dari solusi bukan bagian dari masalah.
Secara khusus ia juga menyorot upaya menghentikan sumber pendanaan teroris.
"Semua sumber pendanaan harus dihentikan, kita semua tahu banyaknya dana yang mengalir sampai ke akar rumput di banyak negara dalam rangka penyebaran ideologi ekstrem dan radikal. Semua aliran dana harus dihentikan," tambah Jokowi.
Sebagai pemimpin negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia, Presiden Joko Widodo menilai sudah saatnya perhatian utama juga diberikan pada pemberdayaan ekonomi sehingga warga tidak terdorong melakukan tindakan-tindakan anarkis karena frustasi pada ketidakberdayaan meningkatkan kehidupan dan kekhawatiran kehilangan masa depan.
Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab Islam Amerika itu Presiden Joko Widodo didampingi oleh Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komjen Pol Suhardi Alius, dan Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel. [em/al]