Presiden Belarus Alexander Lukashenko mengabaikan ultimatum untuk menyerahkan kekuasaan sebelum tengah malam Minggu (25/10). Hal itu memicu para penentangnya untuk mewujudkan ancaman mereka melumpuhkan negara itu dengan aksi mogok nasional.
Sebelas minggu setelah pilpres yang disengketakan, krisis di bekas republik Soviet itu memasuki fase baru dengan habisnya tenggat "Ultimatum Rakyat" yang ditetapkan kandidat oposisi, Sviatlana Tsikhanouskaya.
Penolakan Lukashenko untuk berhenti setelah 26 tahun berkuasa akan menguji apakah oposisi memiliki dukungan massa yang dibutuhkan untuk melumpuhkan operasi badan usaha di seluruh negara berpenduduk 9,5 juta itu.
Tsikhanouskaya telah menyerukan rakyat Belarus mulai Senin (26/10) untuk memblokir jalan-jalan, menutup tempat kerja, berhenti menggunakan toko dan layanan pemerintah dan menarik semua uang dari rekening bank mereka. Dia sendiri mengasingkan diri ke Lituania setelah pemilu 9 Agustus demi keselamatan keluarga.
Lukashenko meremehkan seruan mogok itu. "Siapa yang akan memberi makan anak-anak," tanyanya, apabila para pekerja di badan usaha milik negara melakukan aksi mogok.
Tsikhanouskaya pada Minggu (25/10) menyerukan agar aksi mogok tetap diadakan setelah pasukan polisi yang loyal kepada Lukashenko menembakkan granat kejut dan menahan sejumlah orang dalam penindakan keras terhadap protes-protes oleh puluhan ribu orang di Minsk dan tempat lain. [vm/ft]