Terorisme akan menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh Presiden Mesir Abdel Fatah el-Sisi, yang memulai masa jabatan barunya bulan depan setelah memenangkan hampir 100 persen suara dalam pemilihan Februari.
Namun, di beberapa tempat, perang melawan teror yang dilakukan oleh Sissi digambarkan sebagai pendekatan “tangan besi” oleh pasukan keamanan.
“Saya sebenarnya ingin membawanya lebih jauh dan menyebutnya perang kotor,” kata juru kampanye Amnesty International di Mesir Hussein Baoumi kepada VOA.
“Mereka telah menggunakan perang melawan teror untuk membenarkan penangkapan jurnalis, anggota oposisi, komedian, calon presiden, orang-orang LGBTI, dan terus membatasi kebebasan beragama, menakut-nakuti staf lembaga-lembaga pembela hak asasi manusia."
Pemerintah Mesir telah membantah tuduhan-tuduhan tersebut. Dalam kunjungan ke Prancis akhir tahun lalu, Presiden Sissi menyangkal telah mengizinkan pasukannya untuk menggunakan penyiksaan. Dia mengatakan dalam konferensi pers di Paris bahwa, “kami tidak mempraktikkan penyiksaan.”
Juga, sebagai tanggapan atas laporan bulan April 2018 oleh Amnesty International yang merinci penyiksaan terhadap tahanan dengan menggunakan kurungan isolasi abadi, pihak berwenang Mesir menyangkal bahwa praktik ini tersebar luas. [lt]