JAKARTA —
Memasuki awal tahun 2014 PT Pertamina menaikan harga gas elpiji non subsidi 12 kilogram antara Rp130.000-140.000 per tabung. Terkait hal ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai melakukan rapat terbatas di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdana Kusuma Jakarta Minggu (5/1), meminta Pertamina meninjau kembali kenaikan harga elpiji nonsubsidi 12 kilogram. Meski demikian Presiden menyadari kewenangan untuk menentukan harga elpiji nonsubsidi merupakan domain Pertamina.
Presiden mengatakan, "Dengan memahami kewenangan dan kewajiban baik Pemerintah maupun Pertamina sebagai korporat. Dan dengan pula memperhatikan aspirasi masyarakat kita. Saya meminta Pertamina bersama dengan menteri terkait yang diamanahkan oleh undang-undang meninjau kembali dan menyelesaikannya dalam waktu sehari atau 1 x 24 jam."
Presiden menjelaskan, dalam rapat kabinet terbatas itu, Pertamina menjelaskan, kenaikan harga elpiji 12 kg dipicu oleh laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan yang menyebut kerugian dari Pertamina hingga Rp7,7 triliun dari harga elpiji nonsubsidi yang terlalu rendah. Hal ini menurut Presiden berbeda dengan elpiji melon 3 kg yang disubsidi pemerintah.
"Kerugian itu didapatkan utamanya harga yang dianggap terlalu rendah dari elpiji 12 kilogram. Padahal elpiji golongan itu tidak termasuk elpiji yang mendapatkan subsidi. Berbeda misalnya dengan elpiji 3 kilogram yang bersubsidi," kata Presiden.
Presiden mengaku sejak awal menyesalkan kenaikan harga elpiji 12 kilogram itu karena kenaikannya yang terlalu tinggi dan membebani rakyat yang kurang mampu.
Pengamat ekonomi Hendri Saparini mengatakan, Pemerintah seharusnya menyadari energi gas elpiji sudah masuk dalam kebutuhan strategis masyarakat.
Hendri mengatakan, "Hampir semua orang menggunakan elpiji. Baik itu kalangan atas maupun kalangan bawah, tapi itu tidak dimasukan dalam salah satu energy strategis sebagaimana BBM bersubsidi. Jadi semestinya selain memerintahkan Pertamina dan menteri tinjau ulang kenaikan harga, Presiden juga harus mengkoreksi peraturan pemerintah dan menempatkan elpiji itu sebagai energi strategis berkategori kebutuhan dasar."
Sebelumnya, Vice President bidang Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir menjelaskan pada tahun 2013, Pertamina merugi Rp5,7 triliun dalam bisnis elpiji 12 kg ini. Selama enam tahun terakhir ini menurutnya, total kerugian Pertamina dalam bisnis elpiji biru bahkan mencapai Rp22 triliun.
Presiden mengatakan, "Dengan memahami kewenangan dan kewajiban baik Pemerintah maupun Pertamina sebagai korporat. Dan dengan pula memperhatikan aspirasi masyarakat kita. Saya meminta Pertamina bersama dengan menteri terkait yang diamanahkan oleh undang-undang meninjau kembali dan menyelesaikannya dalam waktu sehari atau 1 x 24 jam."
Presiden menjelaskan, dalam rapat kabinet terbatas itu, Pertamina menjelaskan, kenaikan harga elpiji 12 kg dipicu oleh laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan yang menyebut kerugian dari Pertamina hingga Rp7,7 triliun dari harga elpiji nonsubsidi yang terlalu rendah. Hal ini menurut Presiden berbeda dengan elpiji melon 3 kg yang disubsidi pemerintah.
"Kerugian itu didapatkan utamanya harga yang dianggap terlalu rendah dari elpiji 12 kilogram. Padahal elpiji golongan itu tidak termasuk elpiji yang mendapatkan subsidi. Berbeda misalnya dengan elpiji 3 kilogram yang bersubsidi," kata Presiden.
Presiden mengaku sejak awal menyesalkan kenaikan harga elpiji 12 kilogram itu karena kenaikannya yang terlalu tinggi dan membebani rakyat yang kurang mampu.
Pengamat ekonomi Hendri Saparini mengatakan, Pemerintah seharusnya menyadari energi gas elpiji sudah masuk dalam kebutuhan strategis masyarakat.
Hendri mengatakan, "Hampir semua orang menggunakan elpiji. Baik itu kalangan atas maupun kalangan bawah, tapi itu tidak dimasukan dalam salah satu energy strategis sebagaimana BBM bersubsidi. Jadi semestinya selain memerintahkan Pertamina dan menteri tinjau ulang kenaikan harga, Presiden juga harus mengkoreksi peraturan pemerintah dan menempatkan elpiji itu sebagai energi strategis berkategori kebutuhan dasar."
Sebelumnya, Vice President bidang Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir menjelaskan pada tahun 2013, Pertamina merugi Rp5,7 triliun dalam bisnis elpiji 12 kg ini. Selama enam tahun terakhir ini menurutnya, total kerugian Pertamina dalam bisnis elpiji biru bahkan mencapai Rp22 triliun.