Presiden Sri Lanka yang beraliran Marxis telah memenangkan mandat besar untuk memenuhi janji-janjinya dalam memberantas korupsi dan melaksanakan reformasi yang berpihak pada kaum miskin. Namun para analis mengatakan ia menghadapi tantangan besar di sebuah negara yang ekonominya masih rapuh.
Koalisi Anura Kumara Dissanayake, Partai Kekuatan Rakyat Nasional, atau NPP, mendapatkan mayoritas dua pertiga yang belum pernah terjadi sebelumnya di Parlemen yang beranggotakan 225 orang dalam pemilihan umum yang diadakan setahun lebih cepat dari jadwal.
Jajak pendapat parlemen memperkuat perubahan yang luar biasa dalam politik Sri Lanka, di mana partai-partai arus utama yang memimpin negara ini selama beberapa dekade telah tersisih karena rakyat menaruh kepercayaan pada orang di luar politik untuk membawa perubahan transformatif. Jajak pendapat itu diadakan tujuh minggu setelah dia menang dalam pemilihan presiden
Koalisi Dissanayake memenangkan 159 kursi - sebuah lompatan dramatis dari tiga kursi yang dimiliki partainya sebelumnya. Namun, mayoritas yang memerintah tersebut mungkin masih belum cukup untuk mengarahkan Sri Lanka ke jalan yang telah ia janjikan.
“Dia akan menghadapi rintangan dalam semua agendanya yang sangat ambisius. Di bidang ekonomi, tidak ada jalan yang mudah untuk mencapai ekonomi yang lebih adil dan tumbuh lebih cepat. Dalam hal tata kelola pemerintahan yang baik dan anti-korupsi, mereka akan berhadapan dengan banyak kepentingan pribadi dalam bisnis, politik, birokrasi, dan kepolisian.
Ini tidak akan mudah bagi ulama- ini tidak akan mudah bagi pemerintah ini,” kata Alan Keenan, konsultan senior di International Crisis Group mengenai Sri Lanka.
Tugas pertama Dissanayake adalah meringankan beban jutaan orang akibat langkah-langkah penghematan yang dipaksakan oleh dana talangan sebesar 2,9 miliar dollar AS dari Dana Moneter Internasional (IMF). Kesepakatan IMF menyelamatkan ekonomi dari jurang kehancuran, namun pemotongan subsidi dan pajak yang lebih tinggi yang diberlakukan untuk menstabilkan keuangan pemerintah membawa kesulitan bagi jutaan orang.
“Mereka harus memberikan bantuan kepada rakyat yang telah merasakan kenaikan biaya hidup yang luar biasa. Ada harapan besar bahwa pemerintah ini akan mengatasinya,” kata Devaka Gunawardena, seorang peneliti di Asosiasi Ilmuwan Sosial di Kolombo.“
Namun hal ini akan membutuhkan suatu bentuk negosiasi ulang atas perjanjian IMF. Jika mereka tetap melanjutkan perjanjian tersebut, maka mereka harus memikirkan cara-cara alternatif lain untuk menstimulasi perekonomian. Di sinilah pemerintah baru harus mengambil keputusan sekarang.”
Dissanayake mengatakan bahwa ia berkomitmen pada program IMF dan setiap perubahan akan dilakukan setelah berkonsultasi dengan IMF. Sebuah tim IMF memulai kunjungan ke Kolombo hari Minggu untuk meninjau program reformasi.
Namun, ruang untuk bermanuver terbatas di sebuah negara yang masih terperosok dalam utang ini.
Sejauh ini, pemerintah telah menurunkan harga bahan bakar secara marginal dan mendistribusikan subsidi kepada para petani dan nelayan. Selain memberikan manfaat yang kecil, akan sulit untuk membuat perubahan yang signifikan atau menunjukkan manfaat ekonomi yang besar bagi masyarakat di negara yang hanya memiliki sedikit uang untuk dibelanjakan, kata para analis.
Tidak banyak yang diketahui tentang dinamika NPP - koalisi kiri yang dibentuk oleh Dissanayake menjelang pemilihan presiden. Koalisi ini terdiri dari partai Marxisnya, Janatha Vimukthi Peramuna, para profesional, serikat buruh, kelompok perempuan dan pemuda. Banyak dari mereka yang terpilih adalah anggota parlemen yang baru pertama kali terjun ke dunia politik.
Rajni Gamage, seorang peneliti di Institute of South Asian Studies di National University of Singapura mengatakan tantangan bagi pemerintahan Dissanayake adalah harus menenangkan berbagai kepentingan yang berada di bawah “partai tenda besar” ini akan menjadi. “Pemerintah NPP harus menyeimbangkan antara ... persyaratan ekonomi dari program IMF dan tuntutan-tuntutan yang lebih berorientasi ke kiri-tengah dari serikat buruh dan kelompok-kelompok masyarakat sipil yang menjadi bagian dari koalisi,” ujarnya.
Ujian perubahan lain yang dihadapinya adalah memenuhi janjinya untuk mengubah budaya politik negara ini - orang-orang secara luas menyalahkan salah urus dan korupsi oleh para pemimpin sebelumnya yang membuat Sri Lanka, yang dulunya berada di peringkat negara berpenghasilan menengah, menuju kebangkrutan.
“Terima kasih kepada semua yang telah memberikan suara untuk kebangkitan,” kata Dissanayake di platform media sosial X pada hari Jumat setelah hasilnya diumumkan.
Bagi banyak pemilihnya, kebangkitan tersebut melibatkan akuntabilitas atas dugaan korupsi dan pemerintahan yang lebih dekat dengan rakyat - Dissanayake adalah putra seorang buruh, sedangkan pemimpin sebelumnya berasal dari keluarga elit politik.
Menurut para analis politik, ini adalah buah simalakama namun bisa memberikan keuntungan politik bagi pemerintahan baru.
“Jika mereka dapat membuat kemajuan dalam mencapai akuntabilitas untuk kasus-kasus korupsi besar dan melacak aset-aset yang diduga dicuri dan disimpan di luar negeri, atau jika mereka dapat menunjukkan kepada orang-orang bahwa mereka melakukan politik secara berbeda, mereka tidak sombong dan tidak hanya berkeliling dengan mobil SUV besar dengan banyak pengawal, hal ini akan sangat memuaskan rakyat, meskipun mereka tidak melihat kehidupan mereka membaik secara material atau ekonomi,” menurut Keenan.
Namun, ia memperingatkan bahwa hal itu juga tidak mudah.
“Bahkan jika mereka mengatakan mereka ingin mengubah banyak hal, pada akhirnya, koalisi Dissanayake berasal dari budaya politik yang sama, jadi masih harus dilihat apakah mereka dapat melakukan hal-hal yang berbeda,” katanya. [my/ab]
Forum