Perdana Menteri Inggris Theresa May berpidato di depan parlemen hari Selasa (14/3), sehari setelah para anggota parlemen memberikan persetujuan mereka untuk memulai proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa.
May masih menunggu satu langkah terakhir, yakni persetujuan dari Ratu Elizabeth, tapi itu bisa didapat sedini hari Selasa ini.
Setelah itu Perdana Menteri May akan bebas untuk secara resmi memberitahukan kepada Uni Eropa bahwa ia akan menggunakan Pasal 50 perjanjian blok itu, yang mencakup bagaimana suatu negara anggota dapat mengundurkan diri dari keanggotaannya.
Seorang juru bicara kantor perdana menteri hari Senin mengatakan bahwa kemungkinan besar May tidak akan mengambil langkah itu hingga akhir bulan ini.
Proses keluar itu diperkirakan memakan waktu sekitar dua tahun sementara para pejabat Inggris dan Uni Eropa bernegosiasi tentang bagaimana memelepaskan ikatan kemitraan pemerintah dan ekonomi yang terjalin dengan keanggotaan Uni Eropa.
Annmarie Elia, direktur muda Pusat Studi Eropa di Australian National University, mengatakan kedua pihak memiliki sejumlah isu untuk diselesaikan sekarang seiring dengan proses perpisahan yang bergerak dari teori ke praktik, termasuk apa yang terjadi pada warga Uni Eropa yang tinggal di Inggris.
Perpisahan itu diawali dengan referendum Juni 2016 ketika pemilih Inggris yang mendukung perpisahan dari Uni Eropa menang tipis. Hasil pemungutan suara itu tampaknya didorong oleh sentimen anti-kemapanan dan perasaan bahwa struktur pemerintahan Uni Eropa telah mengambil terlalu banyak wewenang dari warga biasa Inggris.
Referendum itu juga mengakibatkan pengunduran diri mantan Perdana Menteri David Cameron, yang selama kampanye pemilihan kembali dirinya berjanji untuk mengadakan pemungutan suara terkait keinginan warga apakah akan tetap menjadi bagian Uni Eropa atau berpisah dari aliansi itu. [lt]
